Tampilkan postingan dengan label Obituari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Obituari. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2017

In Memoriam: Kang INDRAJANA



Saya merasa amat berdosa sejak pertama jumpa Kang Indra. Awal September 2016, dalam rapat ILUNI SMANDA Bogor yang pertama kali saya ikuti di Jl. Taman Malabar 7, saya langsung “menyerang” kepemimpinanannya sebagai Ketua ILUNI SMANDA Bogor. Dengan terengah-engah, beliau merasa harus menjawab sendiri sejumlah pertanyaan yang saya ajukan. Cukup lama, dan tampaknya cukup menyita emosi dan energinya. Sebelum pulang, saya sempat mohon maaf ... Saya baru tahu belakangan, bahwa Kang Indra mengidap penyakit jantung ... Itulah perasaan berdosa yang hingga kini saya rasakan.
Sejak itu saya merasa harus membuktikan kepada beliau bahwa saya bukan hanya tukang kritik, tapi juga bisa bekerja. Karena itu, saya mulai terlibat dalam kegiatan KSB (Komunitas SMANDA Bogor), dimulai dengan senam irama di Taman Heulang pada 10 Desember 2016, yang dihadiri 80 orang alumni lintas angkatan.
Setelah itu, saya juga menerima tawaran Kang Remmy (Wakil Ketua ILUNI) untuk menjadi Ketua Panitia Gathering. Saya masih ingat pada waktu rapat panitia yang pertama, 2 Januari 2017, saya deklarasikan pada teman-teman KSB bahwa Gathering bukan kegiatan KSB melainkan persiapan untuk menggalang kebersamaan menuju Reuni Akbar ILUNI SMANDA Bogor. Rapat pun sepakat, bahwa tema gathering adalah “Menggalang Persahabatan Lintas Angkatan” menuju Reuni Akbar ILUNI SMANDA Bogor.
Kang Indra sangat mendukung langkah yang saya tempuh, bahkan suatu malam dari Papua New Guinea, Kang Indra mengirim WA dan menelepon saya tentang donasinya untuk mendukung acara Gathering. Saya pun berterima kasih atas dukungannya dan meminta beliau agar dapat hadir dan memberikan sambutan pada waktunya.
Alhamdulillah, pada saatnya beliau dapat menghadiri acara gathering di Grand Parahyangan Estate (GPE) pada 19 Februari 2017 itu. Meski sempat diguyur hujan, acara berlangsung cukup meriah, yang dihadiri sekitar 600 orang alumni, termasuk sejumlah alumni dari luar Bogor dan luar Jawa. Saya lihat beliau amat menikmati kebersamaan dalam nyanyian, senam, dan joget.
Ketika beliau bersama Teh Didit (Sekjen) minta izin akan pulang duluan, saya sengaja menahannya. Saya katakan, bahwa Kang Indra-lah yang harus menyerahkan Grandprize sepeda motor sebagai puncak acara. Beliau berkenan, dan itulah yang kemudian terjadi: Saya yang mengambilkan undian dan Kang Indra yang mengumumkan serta menyerahkan hadiahnya, ...
Menjelang pulang Gathering, Kang Indra memeluk saya sambil berbisik, ...
Pelukan dan bisikan yang sama beliau lakukan pada 4 April 2017, saat saya, Kang Remmy, Teh Didit, dan Kang Iman Haryatna bertemu dalam kegiatan “The Old Man Can Jump”, di suatu cafe dekat GOR Pajajaran. Itulah pertemuan saya yang terakhir, ...
Selamat jalan Kang Indra. Kami merasa sangat kehilangan. Undangan untuk bertemu Kang Indra pada 17 November 2017 rupanya tak kesampaian, karena Tuhan berkehendak lain.
Kang Indra yang baik, saya mohon maaf atas segala salah dan khilaf. Insya Allah Kang Indra mendapat tempat terbaik di alam sana. Aamiin.

Selasa, 19 Mei 2015

Selamat Jalan Kang Her Suganda

Semasa mahasiswa saya suka meng-klipping tulisan Kang Her Suganda, yang dimuat Harian Kompas dan media lainnya. Belakangan saya juga membeli beberapa bukunya.
Tapi, baru akhir 2011 saya bisa bertatap muka dengannya, tepatnya dalam perhelatan Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS-2) di Bandung. Saat itu saya menjadi moderator untuk pemaparan makalah beliau berjudul "Robohnya Lumbung Kami", -- suatu kajian singkat, namun padat, tentang pembangunan pertanian, khususnya padi, di Jawa Barat, yang ditarik surut jauh ke belakang, ketika Pemerintah Belanda meluncurkan program Verbeterde Cultuur Technieken hingga di zaman kemerdekaan.

 Saat menyimak pemaparannya, saya langsung terbayang kumpulan cerpen “Robohnya Surau Kami” yang tragis, karya A. A. Navis beberapa puluh tahun yang lalu. Benar saja, kisah tragis terjadi dalam hasil kajian Kang Her Suganda itu: “Lumbung Kami” tak berdaya menghadapi gempuran teknologi dan liberalisasi pangan yang menyertainya.

Sebagai moderator, saya mencoba mengonfirmasikan hasil temuan tersebut kepada peserta lokakarya; dan ternyata pendapat yang muncul semakin menegaskan bahwa tragedi yang sama hampir terjadi di mana saja, di wilayah yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi. Demikianlah, budaya bertani secara bertahap terdegradasi hampir di seluruh pelosok negeri. Bukan hanya lumbung padi yang roboh secara harfiah, melainkan budaya bertani secara keseluruhan, sejak cara bercocok tanam hingga perilaku di meja makan. Kini, Sang Dewi Sri, tak lebih dari sekadar komoditi. Konversi lahan pertanian padi ke industri dan permukiman, semakin menegaskan ketercerabutan petani dari akar kehidupannya sebagai pewaris negeri agraris.

Kini, wartawan senior yang sangat peduli dengan perkembangan Jawa Barat dan pembangunan pertanian ini telah dipanggil Yang Maha Kuasa. Innalillahi wainnailaihi rajiun.Selamat jalan Kang Hers Suganda. Wilujeng mulang ka kalanggengan Kang Hers Suganda. Aamiin.