Tampilkan postingan dengan label Fiksimini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksimini. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 Januari 2019

NYI ITEUNG NGAJURU

Nyi Iteung Ngajuru

Barang nempo si Kabayan (K) balik ti Rumah Sakit Bersalin, Abah (A) tuturubun muru si Kabayan.


A: "Kumaha Iteung teh geus ngajuru ?"
K: "Alhamdulillah, Iteung tos ngalahirkeun ... incu abah teh lalaki", tembal Kabayan. 
A: "Syukur atuh. Kumaha Iteung jeung orokna ayeuna ?"
K: "Sehat bah, ngan nya eta budak teh lahir cacad".
A: "Cacad kumaha ? Sukuna aya dua ?"
K: "Aya bah", tembal si Kabayan. 
A: "Leungeuna aya dua ?"
K: "Ayaaa bah".
A: "Eta sirah, ceuli, panon, irung, biwir lengkep ?"
K: "Ih kantenan we bah sadayana oge lengkep".
A: "Ari kitu, naon atuh cacadna ? Da barina oge abah mah teu boga turunan cacad."
K: "Ah nu leres Bah ?"
A: "Maneh mah tara percaya wae ka uing teh. Sok jelaskeun naon cacadna incu abah teh, naon ?"
K: "Orok teh persis siga abah pisan, euweuh huntuan !"

KABAYAN OPNAME DI SINGAPURA

Kabayan sakit parah dan terpaksa opname di Singapura. Sesampai di RS, ia dibawa ke kamar khusus, dan segera diinfus.
Beberapa jam kemudian, datang seorang pasien bule yang nampaknya sakit parah juga, dan dibaringkan di sebelah Kabayan.
Walau nampak lemah, si Bule mencoba berkomunikasi dengan Kabayan. Dia mengangkat tangannya dengan susah payah.
“American …”, katanya
“Indonesian …”, kata Kabayan.
“Jonathan …”, kata si Bule.
"Kabayan", jawabnya.
“California…” lanjut si bule.
“Kalideres …”, ujar Kabayan.
Jonathan yang hampir kehabisan nafas berkata, "Cancer…” (sakit kanker).
“Virgo …”, jawab Kabayan.

Sabtu, 29 April 2017

Nemu TAS


Sekitar pkl 16:30 WIB barusan, tak sengaja saya menemukan tas di samping mesin ATM BCA.
Tasnya terbuka. Saya lihat ada dompet berisi KTP yang alamatnya tak terlalu jauh dari lokasi ATM, ... karena itu saya langsung mencari alamatnya. Tak sampai setengah jam, rumahnya ketemu, ... rumah yang sungguh mewah di komplek itu.
Bukan main senangnya pemilik tas itu, seorang ibu paruh baya yang cantik dan tampaknya ada gurat-gurat keturunan ningrat.
Dibukanya tas itu. Selain dompet berisi KTP, rupanya tas itu berisi kartu kredit, surat-surat penting, power bank, dan uang, yang masih terkemas dalam amplop besar. "Alhadulillah uangnya tak berkurang, tetap limapuluhjuta", katanya.
Setelah itu, saya pamitan. Namun tiba-tiba ibu itu mengambil amplop besar itu, dan disodorkan ke saya. "Ini, sebagai ucapan terima kasih", katanya.
Antara malu dan gengsi saya bilang: "Nggak usah Bu, saya ikhlas kok", lalu saya pun berlalu.
Tapi ibu cantik itu mengejar saya dan memasukkan amplop besar tersebut ke dalam tas saya sambil menepuk pundak saya. "Nggak perlu uangnya Mas, ... yang penting surat-suratnya kembali", katanya.
Akhirnya, saya pun menerima uang itu dengan senang.
=====
Duh.... Seandainya ini cerita beneran, pasti bisa buat traktir pembaca tulisan ini.

Senin, 30 Mei 2016

Hidup adalah Perjuangan

HIDUP ADALAH PERJUANGAN

Budi (B) yang cadel ingin membeli nasi goreng made in Mang Dudum (D) yang mangkal di dekat rumahnya.

Hari ke-1 :
B: “Beli nasi goleng 1 ya, Bang?!”
D: “Apa…?” (ngeledek)
B: “Nasi Goleng!”
D: “Apaan…?” (ngeledek lagi)
B: “Nasi Goleng!!!”
D: “Ohh nasi goleng…”

Sambil ditertawakan oleh pembeli yang lain, ia memutuskan pulang dengan perasaan sangat kesal dan sesampainya di rumah ia bertekad untuk berlatih mengucapkan “Nasi Goreng” dengan baik dan benar. Hingga akhirnya.

Hari ke-2:
Dengan perasaan bangga, ia ingin menunjukkan bahwa ia bisa mengucapkan pesanan tanpa cadel lagi.
B: “Bang, saya mau beli NASI GORENG, bungkus!!!”
D: “Oke sip… Pake apa?”
B: “Pake telol…”  Jawabnya sambil sedih.
Setelah Mang Dudum dan pembeli lainnya menertawakan, ia kembali pulang dan berlatih mengucapkan kata “telor” sampai benar. Lalu ..

Hari ke-3:
B: “Bang… beli NASI GORENG, pake TELOR!!! Bungkus!” (bernada mantap)
D: “Ceplok atau dadar?”
B: “Dadal…”  ia menjawab dengan spontan.. Lalu kembali bersedih.
Mau tak mau, ia kembali pulang dan berlatih dengan keras. Kemudian…

Hari ke-4:
Bermodalkan 4 hari berlatih lidah, hari ini ia yakin mampu memesan nasi goreng tanpa ditertawakan.
B: “Bang… Beli NASI GORENG, pake TELOR, diDADAR, 1 bungkus!”
D: “Wuih, hebat kamu! Sudah tidak cadel lagi nich! Oke harganya Rp.7.500.”
Ia menyerahkan uang Rp.8000 kepada Mang Dudum.
Lama ditunggu Mang Dudum tidak mengembalikan sisanya, hingga ia pun bertanya:
B: “Bang, kembaliannya, Bang?”
D: “Oh iya! Uang kamu Rp.8.000, harganya Rp.7500. Jadi, kembalinya berapa?” (Senyum-senyum ngeledek).

Ia gugup juga untuk menjawabnya. Keringat dingin pun menyembul seketika saat melafalkan “5 LATUS” dalam hatinya. Tapi akhirnya secercah cahaya menerangi. Dengan lantang ia menjawab, ”GOPEK, Bang…!!!”
Usai menerima kembalian sebesar Rp.500, ia melenggang pulang dengan senyum penuh kemenangan. 
Yes !!!!

Molal of the stoly:
“Hidup adalah peljuangan, beljuanglah telus dan jangan mudah  ‘menyelah’! Sebab, selalu ada cala kalau diilingi dengan doa dan usaha.”
Selamat belkalya.

Jumat, 22 Januari 2016

FIKSIMINI: Doa Pedagang Bunga

DOA PEDAGANG BUNGA

Suatu sore setelah lelah keliling pasar, di perjalanan menuju parkiran mobil, saya didekati seorang sepuh yang menawarkan tanaman bunga.

Pedagang: “Neng, tolong beli bibit bunga ini. Murah koq, cuma Rp25.000 per pot”.

Saya cuek, tapi tiba-tiba teringat pekarangan mungil di rumah yang kosong. 
Saya: “Ah mahal banget Pak, bagaimana kalau 10.000/pot,” tanya saya dengan gaya cuek.

Pedagang: “Jangan Neng, ini bibit bagus. Bapak jual udah murah, Rp15.000 aja, gimana Neng bapak udah sore mau pulang.”

Saya ragu sejenak, memang murah sih. Di toko, bibit bunga semacam itu paling murah Rp45.000/pot.
Saya: “Udah Pak, Rp 10.000 saja, nanti saya beli semuanya", saya berlagak hendak pergi, sambil melirik di sana ada 5 pot.

Pedagang: “Eh Neng…,” dia ragu sejenak dan menghela nafas. “Ya sudah Neng gak apa-apa, tapi Neng ambil semuanya ya.”

Saya: “Oke Pak, jadi Rp 50.000 ya untuk 5 pot itu. Bawain sekalian ke mobil saya, tuh yang di ujung parkiran.”

Dengan girang, saya pun melenggang pergi menyusul suami yang rupanya sejak tadi sudah duluan masuk ke mobil. Si bapak pedagang mengikuti di belakang. Sesampai di parkiran, si bapak membantu menaruh pot-pot tadi ke dalam mobil. Saya membayar Rp50.000, dan si bapak pun berlalu. Di mobil terjadilah percakapan berikut dengan suami.

Saya: “Bagus kan 'yang, aku dapet 5 pot bibit bunga harga murah.”

Suami: “Oohh... berapa tuh ?”

Saya: “50 ribu.”

Suami: “Hah…!!! Itu semua 5 pot ?” dia kaget.

Saya: “Iya dong… hebat 'kan aku nawarnya. Si jago tawar, namanya juga. Tadi Dia nawarinnya Rp25.000 per pot,” saya tersenyum lebar dan bangga.

Suami: “Gila kamu, sadis amat. Pokoknya aku nggak mau tahu. Kamu susul itu si bapak sekarang, kamu bayar dia Rp125.000 tambah upah bawain ke mobil Rp25.000 lagi. Nih, kamu kejar, kamu kasih dia Rp150.000 !” Suami membentak keras dan marah, saya kaget dan bingung.

Saya: “Emang kenapa?”

Suami (Makin kencang ngomongnya): “Cepetan susul sana, tunggu apa lagi.”

Tidak ingin dibentak lagi, saya langsung turun dari mobil dan berlari mengejar si bapak tua. Saya lihat dia hendak naik angkot di pinggir jalan.
Saya: “Pak, tunggu pak ...”.

Pedagang: “Eh, ... Neng kenapa?”

Saya: “Pak, ini uang Rp150.000 dari suami saya, katanya buat bapak. Bapak terima ya, saya nggak mau dibentak suami, saya takut.”

Pedagang: “Lho, Neng 'kan tadi udah bayar Rp50.000, bener kok uangnya,” si bapak keheranan.

Saya: “Udah bapak terima aja. Ini dari suami saya. Katanya harga bunga bapak pantesnya dihargain segini,” sambil saya serahkan uang Rp150.000 ke tangannya.

Pedagang (Tiba-tiba menangis dan berkata):
“Ya Allah Neng … makasih banyak Neng… Ini jawaban do'a bapak sedari pagi, seharian dagangan bapak nggak ada yang beli, yang noleh pun nggak ada. Anak istri bapak lagi sakit di rumah nggak ada uang buat berobat. Pas Neng nawar bapak pikir nggak apa-apa harga segitu asal ada uang buat beli beras aja buat makan. Ini bapak mau buru-buru pulang kasihan mereka nunggu. Makasih ya Neng… suami Neng orang baik. Neng juga baik jadi istri nurut sama suami, Alhamdulillah ya Allah. Bapak pamit Neng mau pulang…,” dan si bapak pun berlalu.

Saya: (speechless dan kembali ke mobil).
Sepanjang perjalanan saya diam dan menangis. Benar kata suami, tidak pantas menghargai jerih payah orang dengan harga semurah mungkin hanya karena kita pelit. Berapa banyak usaha si bapak sampai bibit itu siap dijual, tidak terpikirkan oleh saya. Sejak itu, saya berubah dan tak pernah lagi menawar sadis kepada pedagang kecil mana pun. Percaya saja bahwa rezeki sudah diatur oleh Tuhan.

FIKSI MINI: Balada Simin dan Simon

BALADA SIMIN DAN SIMON

SIMIN: “Mister, ... hidupmu enak. Berapa sih gajimu dan digunakan untuk apa saja?”

SIMON: “Gaji saya 3.500 Euro. 1.000 untuk tempat tinggal, 1.000 untuk makan, 500 untuk tabungan, dan 500 untuk hiburan.”

SIMIN: “Lalu sisa 500 Euro untuk apa?”

SIMON: “Oh.. it's my privacy, Anda tak berhak bertanya! Anda sendiri bagaimana?”

SIMIN: "Gaji saya Rp3,5 juta. Rp1,5 juta untuk makan, Rp1 juta untuk transport, Rp1 juta untuk sekolah anak, Rp1juta untuk bayar cicilan pinjaman, Rp1 juta untuk ngasih keluarga di kampung, Rp500ribu untuk hiburan, …”.

SIMON: Stop... stop. Pengeluan anda sudah melampaui gaji Anda. Sisanya anda dapat dari mana?”

SIMIN: “Soal uang yang melampaui gaji ... , it's my privacy. Anda tak berhak bertanya Mister!”

REFLEKSI:
Itulah fenomena keindonesiaan: Gaji yang rendah, tapi pendapatan secara keseluruhan bisa berlipat ganda, sehingga bukan hanya orang lain yang heran, tapi juga diri sendiri.

Rezeki tampaknya punya jalannya sendiri-sendiri.

Jumat, 08 Januari 2016

FIKSI MINI: Malam Jumat yang Sepi

Peristiwa ini terjadi di Bandung malam Jumat kemarin, jam 9 malam lewat sedikit.

Pulang kerja, Dewi naik angkot yang sedang ngetem. Di dalam angkot ternyata dia cuma sendirian.
Malam itu sangat sepi, disertai hujan gerimis pula. Karena sudah menunggu terlalu lama, kemudian sopir menjalankan angkotnya.

Saking capeknya, Dewi mengantuk dan tertidur di dalam angkot.Dewi tak tahu berapa lama dia tertidur. Hanya saja, tepat di jalan sepi antara SMAN 5 - Jl. Belitung, Dewi terbangun.

Aneh. Angkot berjalan sangat pelan. Begitu melirik ke arah kemudi, Dewi kaget bukan alang kepalang. Ternyata angkot berjalan tanpa sopir !!!

Seketika Dewi menjerit: "Toloong, tooloong".

Dewi langsung membuka jendela. Dia mau minta pertolongan, siapa tahu ada yang lewat.
Saat mengeluarkan kepalanya, Dewi bertambah kaget, karena ada kepala yang nongol di belakang angkot sambil bicara: "Tong jejeritan wae Neng. Bantuan ngadorong. Angkotna mogok", kata sopir.