Tampilkan postingan dengan label Perbankan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perbankan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Desember 2017

Perbankan dalam Pusaran MEA dan VUCA

Perbankan dalam Pusaran MEA dan VUCA


Tahun 2020 tak lama lagi akan menjelang, dan masyarakat perbankan akan segera memasuki babak baru pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), di mana industri perbankan akan berintegrasi satu sama lain, khususnya di lingkup ASEAN. Pada saat yang sama, era Neo-Digital berhembus kian kencang, ditandai dengan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), suatu perubahan yang sangat cepat, penuh ketidakpastian, semakin kompleks, dengan realita perekonomian yang semakin ambigu, tak menentu.
Jelaslah, sumber kerentanan perbankan akan datang dari segala penjuru, termasuk industri financial technology (FinTech) yang berpotensi memantik disrupsi di industri perbankan, perilaku nasabah (yang didominasi Gen Y dan Gen Z) yang akan semakin melek teknologi, serta iklim kompetisi yang amat keras. Di sisi lain, trauma krisis keuangan pada tahun 1998 dan 2008, selama ini telah mendorong Otoritas Keuangan untuk membuat regulasi yang semakin ketat, berlandaskan azas prudensialitas.
Dengan berada dalam tantangan dua pusaran tersebut, maka industri perbankan dituntut untuk dapat memanfaatkan berbagai peluang, sehingga industri ini tetap dapat berperan secara optimal dalam pembangunan nasional.
Dalam kondisi demikian, Krisna Wijaya, penulis buku ini, menyarankan perlunya berpikir secara berbeda. Kebiasaan berpikir secara linear dalam situasi krisis kerap mengecoh, katanya. Harus ada kemauan untuk thinking out of the box, dengan melakukan berbagai simulasi menggunakan data non-linear. Tak heran, kalau digital banking yang selama ini kita anggap sebagai jawaban, baginya justru menjadi sebuah pertanyaan. Penjabaran dari berbagai pemikirannya itu kemudian dituangkan secara ajeg dan telaten dalam Majalah Infobank, yang dalam buku ini dikelompokkan menjadi delapan Bab. Setiap Bab terdiri dari 5-8 artikel, sehingga total menjadi 41 artikel.
Inilah buku yang kaya informasi non-mainstream, untuk membekali para bankir masa depan agar lebih inovatif dan tangguh menghadapi dunia yang terus mengalami perubahan.
________
(KRISNA WIJAYA, Peluang & Tantangan Perbankan, Eko B. Supriyanto (Editor), Penerbit PT Infoarta Pratama, Jakarta, November 2017 (Cetakan I), (xii + 166) halaman. ISBN 978-979-8338-11-3).

Rabu, 03 Mei 2017

The Living Legend: Rachmat Saleh


“Bekerjalah dengan jujur, … kerjakan dengan sepenuh kemampuan untuk mencapai yang terbaik. Dan, .. kalau jadi pemimpin berlakulah sebagai pemimpin yang adil”. Itulah nasihat Bapak Lodan Djojowinoto kepada sang anak yang baru diterima kerja di Bank Indonesia awal 1956. Sang anak tak lain adalah Rachmat Saleh (RS), yang dalam perjalanan karirnya kemudian mencapai puncak sebagai Gubernur Bank Indonesia selama dua periode dan Menteri Perdagangan.
Itulah sepenggal tanggapan RS dalam acara Bedah Buku “Rachmat Saleh: Legacy Sang Legenda” (xxxvii + 444 halaman) di Ruang Serbaguna Kampus Bumi LPPI, Jakarta, sekaligus merayakan ulang tahun RS, 4 Mei 2015.



Sebelumnya, DR. C. Harinowo (Komisaris Bank BCA), Ir. Hartarto (mantan Menteri Perdagangan), dan DR. Achwan (mantan Deputi Gubernur BI) menyampaikan pandangannya tentang buku ini, dipandu oleh moderator DR. Subarjo Joyosumarto (mantan Deputi Gubernur BI, mantan Ketua LPPI, dan kini Rektor Indonesia Banking School). Tentu saja semuanya memuji-muji.
Selain itu, dalam buku ini ada juga beberapa testimoni dari sejumlah tokoh nasional antara lain Wapres Jusuf Kalla yang menyebutnya sebagai “Dirigen Keberpihakan Kepada Pribumi” dan Burhanuddin Abdullah, yang menyebut RS sebagai “Legenda Hidup Perbankan”, atau The Living Legend. Memang kualitas kepemimpinannya luar biasa.
Dalam usianya yang sudah melewati 85 tahun, suara RS masih mantap dan berwibawa untuk menjawab berbagai pertanyaan, termasuk alasan kenapa dalam proses penyusunan buku itu dia sama sekali tak terlibat, bahkan untuk sekadar diwawancarai. Seperti diketahui, biografi ini memang tampil istimewa karena seluruhnya merupakan penuturan orang lain, bukan dari sang tokoh.
Pernah saya dengar dari para pendukung proses penulisan buku ini, bahwa RS menolak ketika sampul bukunya itu akan menampilkan foto dirinya yang cukup besar, seperti kebanyakan buku biografi. Hasil kompromi, akhirnya foto RS dipasang minimal, dan bendera merah putih yang berkibar diu belakangnya.
Semoga kehadiran buku ini memberi manfaat, khususnya contoh keteladanan dari sang pemimpin, Bapak Rachmat Saleh. Aamiin.

Jumat, 12 Februari 2016

Perbankan Masa Depan






Perbankan Masa Depan
Oleh Tika Noorjaya

Ketika pada tahun 2010 Brett King menerbitkan Bank 2.0, buku itu segera menjadi best seller di seluruh dunia, -- mengambil-alih perbincangan tentang industri perbankan dan keuangan yang identik dengan perubahan perilaku nasabah, pergeseran teknologi, dan model perbankan baru.
Mengikuti kebiasaan penamaan program aplikasi dalam dunia komputerisasi, penerbitan Bank 3.0 kali ini merupakan edisi revisi (dari Bank 2.0) untuk merespons terjadinya perubahan lingkungan yang begitu cepat dalam beberapa tahun terakhir, -- yang oleh penulisnya, Brett King, diyakini akan sangat berpengaruh terhadap dunia perbankan di masa depan. Dalam buku ini ditunjukkan terjadinya kesenjangan pemahaman yang semakin melebar antara nasabah dan pelaku jasa keuangan, sehingga berpeluang besar bagi lembaga lain (non-bank) untuk menyaingi industri perbankan.
Brett King memaparkan perkembangan terbaru dan mendefinisikan jasa keuangan dan pembayaran, khususnya terkait Era Digital yang didominasi oleh mobile wallet dan harapan yang diciptakan oleh komputer tablet, ledakan media sosial serta munculnya konsumen de-banked, yang tidak membutuhkan bank sama sekali.
Buku ini membagi pemaparannya ke dalam tiga bagian, yang dirinci menjadi 14 bab. Bagian Pertama tentang perubahan perilaku nasabah (Changes in Customer Behaviour), yang berisi dua bab. Bagian Kedua tentang Membangun Kembali Bank (Rebuilding the Bank), yang dielaborasi menjadi enam bab. Selanjutnya Bagian Tiga tentang Jalan ke Masa Depan (The Road Ahead – Beyond Channel), yang didalami melalui enam bab. Dengan 387 halaman isi, maka penulis cukup lapang untuk memaparkan hasil pemikirannya. Penyertaan Glossary di akhir buku memberikan tambahan pengetahuan, khususnya bagi pembaca yang kurang memahami berbagai terminologi Teknologi Informasi (Information Technology), yang banyak dirujuk terutama di Bagian Dua dan Bagian Tiga.
Buku ini wajib dibaca oleh orang-orang yang berkiprah dalam industri perbankan.  Buku ini menelusuri peta baru industri perbankan dari aspek kecenderungan makro, kompetisi, transformasi digital, termasuk berbagai aspek teknis digitalisasi. Buku ini menawarkan wawasan pragmatis mengenai tantangan dan peluang yang berdampak besar terhadap lembaga keuangan saat ini. Sebuah gambaran yang sangat baik tentang tantangan yang dihadapi sektor perbankan di masa depan.
  
Perkembangan Teknologi dan Sikap Konsumen
Sejak 2011, pemakaian internet telah melampaui penggunaan televisi dan surat kabar sebagai sumber utama generasi muda (Gen-Y) dalam memperoleh informasi. Sejalan dengan itu perbankan menyadari bahwa pemanfaatan teknologi untuk layanan perbankan adalah suatu keniscayaan. Perbankan tak mungkin lagi mundur dengan menghindari penggunaan internet banking, mobile phone, dan media sosial. Kini menjadi kewajiban bagi perbankan untuk berinvestasi pada peralatan teknologi yang senantiasa terus berkembang (halaman 20).
Perkembangan yang lain adalah meningkatnya jumlah penduduk berpenghasilan menengah yang perilakunya mengikuti teori Abraham Maslow. Pertumbuhan teknologi dan pelayanan yang semakin efisien menempatkan para nasabah pada tingkat self-actualization dalam Hierarki Maslow (halaman 23). Kini, orang-orang berhubungan dengan bank karena gengsi, berharap mendapat pengakuan sebagai manusia berhargadiri tinggi, sehingga kedudukan nasabah pun menjadi semakin tinggi. Di masa lalu sebuah bank dengan mudah bisa menolak permintaan nasabah, apabila tidak mengikuti ketentuan bank yang berlaku. Kini, para nasabah memiliki “kekuasaan” yang lebih besar dalam memilih produk bank yang diperlukan serta memilih bank yang akan didatangi.
Kesimpulannya, perilaku nasabah telah berubah dalam dua aspek, yaitu aspek psikologi (karena self actualization yang tinggi) dan penggunaan teknologi (yang memudahkan akses ke perbankan). Hal yang perlu diwaspadai adalah bahwa perubahan perilaku nasabah tersebut akan berjalan terus menerus dan semakin lama akan semakin cepat.
Sekalipun demikian, jangan khawatir. Dengan perubahan perilaku nasabah dan perkembangan teknologi seperti yang telah terjadi selama ini, fungsi kantor cabang bank masih seperti yang lalu. Kunjungan nasabah ke kantor cabang bank boleh jadi makin menurun, tetapi kantor cabang tetap diperlukan secara fisik karena: (1) Kebutuhan akan dana tunai terutama bagi nasabah retail, (2) Keperluan akan nasehat dan saran-saran dari pejabat bank mengenai produk yang tidak dimengerti nasabah; dan (3) Persoalan-persoalan yang dihadapi nasabah,  yang tidak bisa diselesaikan oleh teknologi baru (halaman 89).
Kunjungan ke kantor cabang bank semakin lama memang semakin menurun terutama di negara-negara yang sudah maju, -- diperkirakan kunjungan ke kantor cabang bank menurun 30-80% (halaman 118). Hal ini akan berpengaruh pada bank-bank kecil yang mengandalkan pelayanannya melalui kantor cabang. Selain itu dengan perubahan perilaku nasabah yang memanfaatkan teknologi, menjadi jelas bahwa kantor cabang menjadi kurang menarik apalagi kalau nasehat dan rekomendasi dari pegawai bank bisa dilakukan secara on-line, yang bisa dilakukan lebih cepat dan tak mengenal waktu. Bahkan diperkirakan para nasabah akan lebih memperhatikan nama bank daripada lokasi kantor cabang bank lain.

Penutup
Menurut Chris Skinner dalam buku Digital Bank (2014), berbagai perubahan di industri perbankan tidak akan mengubah peta persaingan perbankan (competitive landscape). Landscape perbankan saat ini tak berbeda dengan landscape perbankan tahun 1980an. Memang ada jaringan-jaringan baru seperti internet, call center, mobile bank, tetapi persaingan di antara perbankan dan pasar perbankan masih sama dengan persaingan pada tahun 1980an, karena umumnya bank-bank itu sendiri sama-sama mengikuti perkembangan teknologi. Halnya, perbankan adalah bagian integral dari bisnis dan ekonomi suatu negara. Seperti telah terbukti selama ini, bank merupakan lembaga yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi negara, dan peranan ini tetap melekat pada bank dari dulu hingga sekarang.
Hal ini menjadikan suatu optimisme bahwa ke depan, fungsi dan tugas pokok perbankan akan tetap berada di lembaga perbankan. Begitu pula, kehadiran perbankan tetap memerlukan lembaga pembinaan dan pengawasan agar nasabah tak dirugikan. Mendirikan bank baru tetap harus dengan izin, sebuah bank tetap harus mengikuti aturan yang berlaku, dan sebuah bank tetap menjadi obyek dari pengawasan dan pemeriksaan oleh regulator.
Dalam kaitan itulah, menjadi penting bagi regulator untuk mengikuti perkembangan teknologi yang melaju, yang kemudian menjadi acuan untuk penyempurnaan regulasinya setiap waktu, agar kisah kelam krisis keuangan dan perbankan di masa lalu tak terulang di masa mendatang.

Tika Noorjaya adalah pengamat ekonomi dan perbankan, tinggal di Bogor.


RESENSI BUKU:

Penulis: Brett King.

Judul Buku: Bank 3.0.

Penerbit: Marshal Cavendish (International) Asia Pte Ltd, Singapore.

Cetakan pertama: 2013.

Tebal:  400 halaman.



Artikel ini dimuat dalam Majalah KARSA, Vol 5, 01, 2016, halaman 32-33.
ISBN: 978-981-4382-12-0

Rabu, 04 November 2015

Jumat, 04 September 2015

Rachmat Saleh, Sang Legenda

“Bekerjalah dengan jujur, … kerjakan dengan sepenuh kemampuan untuk mencapai yang terbaik. Dan, .. kalau jadi pemimpin berlakulah sebagai pemimpin yang adil”. Itulah nasihat Bapak Lodan Djojowinoto kepada sang anak yang baru diterima kerja di Bank Indonesia awal 1956. Sang anak tak lain adalah Rachmat Saleh (RS), yang dalam perjalanan karirnya kemudian mencapai puncak sebagai Gubernur Bank Indonesia selama dua periode dan Menteri Perdagangan.



Itulah sepenggal tanggapan RS dalam acara Bedah Buku “Rachmat Saleh: Legacy Sang Legenda” (xxxvii + 444 halaman) di Ruang Serbaguna Kampus Bumi LPPI, Jakarta, sekaligus merayakan ulang tahun RS. Sebelumnya, DR. C. Harinowo (Komisaris Bank BCA), Ir. Hartarto (mantan Menteri Perdagangan), dan DR. Achwan (mantan Deputi Gubernur BI) menyampaikan pandangannya tentang buku ini, dipandu oleh moderator DR. Subarjo Joyosumarto (mantan Deputi Gubernur BI, mantan Ketua LPPI, dan kini Rektor Indonesia Banking School).

Dalam usianya yang sudah melewati 85 tahun, suara RS masih mantap dan berwibawa untuk menjawab berbagai pertanyaan, termasuk alasan kenapa dalam proses penyusunan buku itu dia sama sekali tak terlibat, bahkan untuk sekadar diwawancarai. Seperti diketahui, biografi ini memang tampil istimewa karena seluruhnya merupakan penuturan orang lain, bukan dari sang tokoh.


Semoga kehadiran buku ini memberi manfaat, khususnya contoh keteladanan dari sang pemimpin, Bapak Rachmat Saleh. Aamiin.

Minggu, 30 Agustus 2015

Tahu SUMEDANG



Tahu Sumedang: Menebar Makna bagi Sesama, Memberi Arti bagi Negeri

Di luar popularitasnya sebagai panganan yang lezat, tahu Sumedang menyimpan sekelumit kisah tentang keligatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menyiasati dinamika usaha yang telah digelutinya secara turun-temurun. Dengan kiat-kiat sederhana, UMKM pengusaha tahu mampu berkembang hampir di seluruh penjuru negeri. Tanpa keluh-kesah, mereka menebar makna bagi sesama; memberi arti bagi negeri.
Ny. Een Sukaenah dan Kawan-kawannya
Pengusaha mikro seperti pasangan suami-istri Sutaryat (58) dan Ny. Een Sukaenah (57) adalah salah satu dari delapan pengusaha tahu di Situraja, Kabupaten Sumedang. Mereka menapaki usaha ini sejak awal 1980-an. Dengan masing-masing merekrut 3-6 orang pekerja, secara keseluruhan para pengusaha tersebut menghasilkan sekitar 20 ribu potong tahu per hari. Pelanggannya yang berjumlah sekitar 60 orang umumnya adalah pedagang tahu goreng yang menjajakannya di warung-warung atau berkeliling kampung. Produsen tahu sendiri menjual sebagian kecil dari produk mereka di warung masing-masing. Tanpa banyak bicara dan suara, mereka telah meningkatkan taraf kehidupannya serta menampung banyak tenaga kerja.


Begitu pula, tatkala harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melambung, mereka mengoptimalkan pendapatan dengan mengganti BBM dengan kayu bakar yang melimpah di sekitarnya. Begitu saja. Sungguh sederhana. Lalu mereka bersyukur, karena dapat hidup layak, memperbaiki rumah, membeli tanah dan peralatan rumah, serta membekali anak-anak dengan pendidikan secukupnya untuk melanjutkan perjalanan kemanusiaan.
 Cara kerja mereka begitu sederhana, namun menarik dan bermakna. Ampas tahu, misalnya. Benda yang semula terbuang percuma, dijual sebagai pakan ternak atau bahkan lauk-pauk. Dengan disiplin, dana ekstra hasil penjualannya  setiap hari ditabung ke dalam dua celengan. Celengan kuning digunakan untuk membayar sewa warung, sementara tabungan di celengan hitam dibuka menjelang lebaran sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan  pabrik dan para pelanggannya, seperti diutarakan Ny. Een Sukaenah Sutaryat.
Peranan BMT Al-Amanah
Para pengusaha tahu itu berbagi-hasil dengan BMT Al-Amanah, suatu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berpola syariah. Kebutuhan modal investasi ataupun modal kerja disediakan lembaga ini setelah yakin bahwa para pengusaha tahu tersebut layak dibiayai. Dan terbukti, dari tujuh pengusaha tahu yang pernah dibiayai BMT Al-Amanah, tak satu pun yang bermasalah, seperti diungkapkan Dedi Suardi, S. Sos, salah seorang manajer di BMT Al-Amanah. Tak mengherankan kalau nilai pembiayaan bagi mereka terus ditingkatkan. 
Kesulitan yang muncul, yakni tatkala harus menyediakan agunan, dapat mereka atasi dengan kemufakatan kelompok. Sebagai contoh, agunan untuk kelompok Ny. Een yang beranggotakan tujuh orang (dengan nilai pinjaman total Rp 400 juta), disediakan oleh salah-seorang pengusaha, dengan hak dan kewajiban yang disepakati anggota kelompok. Di antara kelompoknya itu, Ny. Een sendiri menikmati pembiayaan Rp. 45 juta dengan cicilan Rp 121.000/hari dan tabungan Rp 20.000/hari. Sebelumnya, Ny. Een mendapat pembiayaan Rp. 15 juta. Dana tersebut digunakan untuk memperluas tempat usaha dan membangun tungku kayu bakar.
Agar tidak membebani dan sesuai kesepakatan anggota, maka cicilan dan bagi-hasil dikumpulkan harian untuk kemudian diperhitungkan di akhir bulan. Untuk itu, pengusaha tak usah repot datang ke kantor BMT Al-Amanah, karena petugas BMT akan dengan setia mendatangi nasabahnya setiap hari. Saat ini BMT Al-Amanah mempunyai 90 kelompok dengan jumlah anggota 5-20 orang per kelompok di antara sekitar 4.000 peminjam, termasuk di antaranya dua orang nasabah yang bermukim dan berusaha di Jakarta.
Mengingat besarnya kebutuhan masyarakat, maka selain dana yang bersumber dari modal dan tabungan anggota, BMT tersebut bekerjasama dengan perbankan seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Jabar Syariah serta lembaga lainnya. Peranan perbankan sebagai penyedia dana bagi UMKM memang sangat penting, baik disalurkan secara langsung maupun melalui lembaga keuangan lainnya. Kemudahan perbankan dalam menyalurkan dananya kepada UMKM, juga didukung dengan makin besarnya dukungan peraturan-peraturan Bank Indonesia dalam penyesuaian prosedur pemberian kredit dan insentif kebijakan yang lebih memudahkan dan mendorong bank untuk menyalurkan kreditnya. Di samping itu, BMT Al-Amanah juga mendapat pembiayaan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
BMT Al-Amanah bersama dengan 12 BMT lainnya di wilayah Sumedang dan Majalengka menjadi anggota Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) Sumedang sebagai organisasi yang menaunginya. PINBUK Sumedang adalah salahsatu Business Development Service Provider (BDSP) di Jawa Barat yang telah diakreditasi oleh P3UKM (Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah) sebagai Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (PUKM). P3UKM adalah suatu lembaga independen yang didirikan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, perbankan se-Jawa Barat, universitas, lembaga penjamin kredit serta berbagai pihak terkait lainnya. Lembaga ini memberikan penguatan berupa pelatihan, monitoring, pendampingan, dan pemberian akreditasi/sertifikasi bagi PUKM Mitra seperti PINBUK Sumedang. 
Epilog
Senyum Ny. Een Sukaenah mengembang. Pembiayaan yang diterimanya dari BMT Al-Amanah adalah rangkaian panjang kebijakan Bank Indonesia yang ditransformasikan kepada perbankan dengan pendampingan dari BDSP. Peran semua pihak itulah yang menyatukannya dalam satu sinergi dan menggulirkan dana perbankan untuk UMKM.
Ny. Een Sukaenah adalah contoh dari begitu banyak UMKM pengusaha tahu yang tersebar bukan hanya di Situraja, tetapi di seluruh Sumedang, bahkan berkiprah hampir di seluruh penjuru negeri. Tanpa keluh-kesah, UMKM pengusaha tahu mampu menebar makna bagi sesama; memberi arti bagi negeri. (Tika Noorjaya).