Erna Maria Lokollo (Editor), Rantai
Pasok Komoditas Pertanian Indonesia, IPB Press, Bogor, Juni 2016
(Cetakan Ke-2); (viii + 302 halaman). ISBN 978-979-493-463-0.
Gonjang-ganjing penggerebegan PT IBU
(PT Indo Beras Unggul) belakangan ini telah menjadi perbincangan yang intens di
media massa, lengkap dengan pro-kontranya, yang bahkan cenderung emosional,
disertai sindir-menyindir dari para pendukungnya.
Itulah implementasi pembangunan
pertanian di lapangan, yang tidak semudah kajian akademis. Nyatanya, dari
doeloe hingga kini, Indonesia belum bisa beranjak dari persoalan beras. Halnya,
dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, maka kebutuhannya telah melampaui
35 juta ton beras per tahun. Tak pelak, beras adalah komoditas yang sangat
strategis bahkan politis. Tak heran, peristiwa penggerebegan di atas melibatkan
para petinggi dari kementrian, kepolisian, dan beberapa lembaga terkait.
----
Buku ini dapat dijadikan pegangan
untuk memetakan permasalahan, sekaligus mencari solusinya. Buku ini mengawali
pemaparan dengan landasan teoritis tentang definisi manajemen rantai pasok (Supply Chain Management, SCM),
dilanjutkan dengan penerapan konsepnya dalam pembangunan pertanian Indonesia.
Secara teknis kemudian menjadi menarik ketika para kontributor membahas delapan
studi kasus komoditas, yaitu beras (Dewa K. S. Swastika dan Sumaryanto),
kentang (Muchjidin Rachmat, Mardiah Hayati, dan Desi Rahmaniar), cabai merah
besar (Saptana), melon dan semangka (Saptana, Adang Agustian, dan Sunarsih),
kopi (Reni Kustiari), tembakau (Muchjidin Rachmat dan Sri Nuryanti), broiler (Saptana dan Arief Daryanto),
serta ternak dan daging sapi (Prajogo U. Hadi). Daerah penelitian pun menyebar
di wilayah Indonesia Barat, Tengah, dan Timur. Buku ini juga memberi petunjuk,
bahwa komoditas beras memang menjadi prioritas khusus, karena ada satu lagi
tambahan studi kasus beras di daerah Aceh (Erna Maria Lokollo, DewaKetut Sadra
Swastia, dan Wahida).
Ternyata, rumus kunci dalam penerapan
SCMterletak pada pemenuhan terhadap persyaratannya, yakni: (a) Aktivitas yang
dilakukan sepanjang rantai pasok harus menghasilkan nilai tambah, (2) Ada
peranan jasa di setiap simpul, (3) Harus ada “penentu” harga, baik apa maupun
siapa, (4) Ada hubungan kesepadanan antar-pelaku, (5) Bagaimana “terciptanya”
nilai tambah di setiap simpul, dan (6) Harus teridentifikasi penentu dan
pengambilan keputusan.
Dalam konteks keberlanjutan
pembangunan pertanian, perubahan lingkungan strategis seperti liberalisasi
perdangangan, pesatnya pertumbunan pasar modern, dinamika permintaan pasar, dan
perubahan preferensi konsumen menuntut adanya perbaikan dalam sistem SCM.
Dengan penerapan SCM secara konsisten dan berkesinambungan diharapkan terjadi
peningkatan produktivitas, efisiensi usaha, serta efektivitas distribusi,
sehingga dapat memenuhi sekaligus memuaskan kebutuhan konsumen.
----
Kembali ke kasus PT IBU, menurut
pengalaman saya sangat mungkin pengusaha swasta mengambil rente dari sistem
komoditas beras yang sedang berlangsung, karena sebagai entitas bisnis pasti
mereka ingin mendapat margin. Ketika saya menjadi Tim Bantuan Tenaga Mahasiswa
IPB dalam Satgas Pengadaan Pangan Dalam Negeri pada tahun 198081, pembelian
gabah dari petani ditetapkan dengan harga yang berbeda antara penjualan melalui
KUD dengan swasta, sehingga terjadi kongkalingkong rente ekonomi dalam bentuk
“kerjasama” antara pihak swasta dengan koperasi untuk menikmati rente tersebut
bersama-sama.
Karena itu, dalam kasus PT IBU
belakangan ini, sebaiknya kasus tersebut dibawa ke meja hijau saja, agar jelas
siapa yang bersalah dan di mana letask salahnya. Dalam persidangan di
pengadilan nanti, kiranya dapat diperoleh pencerahan bagaimana komoditas yang
sangat vital ini seharusnya dikelola. Mungkin Editor dan/atau Kontributor
penulis buku ini dapat dihadirkan sebagai Saksi Ahli, dalam pemenuhan
persyaratan atau prakondisi manajemen SCM.
Kalaupun sejak awal kita ingin menarik
hikmah dari kasus PT IBU, dengan berbekal pengetahuan dari buku in, maka hal itu
tertuju terutama ke soal optimalisasi peran Bulog di daerah (Dolog dan
Subdolog). Atau, perlu juga dipertimbangkan keberadaan BUMD (Badan Usaha Milik
Desa) yang telah berhasil di Kabupaten Kulonprogo. Hal yang juga perlu dikaji
adalah efektivitas subsidi di hulu (subsistem usahatani).