Minggu, 30 Agustus 2015

Tahu SUMEDANG



Tahu Sumedang: Menebar Makna bagi Sesama, Memberi Arti bagi Negeri

Di luar popularitasnya sebagai panganan yang lezat, tahu Sumedang menyimpan sekelumit kisah tentang keligatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menyiasati dinamika usaha yang telah digelutinya secara turun-temurun. Dengan kiat-kiat sederhana, UMKM pengusaha tahu mampu berkembang hampir di seluruh penjuru negeri. Tanpa keluh-kesah, mereka menebar makna bagi sesama; memberi arti bagi negeri.
Ny. Een Sukaenah dan Kawan-kawannya
Pengusaha mikro seperti pasangan suami-istri Sutaryat (58) dan Ny. Een Sukaenah (57) adalah salah satu dari delapan pengusaha tahu di Situraja, Kabupaten Sumedang. Mereka menapaki usaha ini sejak awal 1980-an. Dengan masing-masing merekrut 3-6 orang pekerja, secara keseluruhan para pengusaha tersebut menghasilkan sekitar 20 ribu potong tahu per hari. Pelanggannya yang berjumlah sekitar 60 orang umumnya adalah pedagang tahu goreng yang menjajakannya di warung-warung atau berkeliling kampung. Produsen tahu sendiri menjual sebagian kecil dari produk mereka di warung masing-masing. Tanpa banyak bicara dan suara, mereka telah meningkatkan taraf kehidupannya serta menampung banyak tenaga kerja.


Begitu pula, tatkala harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melambung, mereka mengoptimalkan pendapatan dengan mengganti BBM dengan kayu bakar yang melimpah di sekitarnya. Begitu saja. Sungguh sederhana. Lalu mereka bersyukur, karena dapat hidup layak, memperbaiki rumah, membeli tanah dan peralatan rumah, serta membekali anak-anak dengan pendidikan secukupnya untuk melanjutkan perjalanan kemanusiaan.
 Cara kerja mereka begitu sederhana, namun menarik dan bermakna. Ampas tahu, misalnya. Benda yang semula terbuang percuma, dijual sebagai pakan ternak atau bahkan lauk-pauk. Dengan disiplin, dana ekstra hasil penjualannya  setiap hari ditabung ke dalam dua celengan. Celengan kuning digunakan untuk membayar sewa warung, sementara tabungan di celengan hitam dibuka menjelang lebaran sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan  pabrik dan para pelanggannya, seperti diutarakan Ny. Een Sukaenah Sutaryat.
Peranan BMT Al-Amanah
Para pengusaha tahu itu berbagi-hasil dengan BMT Al-Amanah, suatu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berpola syariah. Kebutuhan modal investasi ataupun modal kerja disediakan lembaga ini setelah yakin bahwa para pengusaha tahu tersebut layak dibiayai. Dan terbukti, dari tujuh pengusaha tahu yang pernah dibiayai BMT Al-Amanah, tak satu pun yang bermasalah, seperti diungkapkan Dedi Suardi, S. Sos, salah seorang manajer di BMT Al-Amanah. Tak mengherankan kalau nilai pembiayaan bagi mereka terus ditingkatkan. 
Kesulitan yang muncul, yakni tatkala harus menyediakan agunan, dapat mereka atasi dengan kemufakatan kelompok. Sebagai contoh, agunan untuk kelompok Ny. Een yang beranggotakan tujuh orang (dengan nilai pinjaman total Rp 400 juta), disediakan oleh salah-seorang pengusaha, dengan hak dan kewajiban yang disepakati anggota kelompok. Di antara kelompoknya itu, Ny. Een sendiri menikmati pembiayaan Rp. 45 juta dengan cicilan Rp 121.000/hari dan tabungan Rp 20.000/hari. Sebelumnya, Ny. Een mendapat pembiayaan Rp. 15 juta. Dana tersebut digunakan untuk memperluas tempat usaha dan membangun tungku kayu bakar.
Agar tidak membebani dan sesuai kesepakatan anggota, maka cicilan dan bagi-hasil dikumpulkan harian untuk kemudian diperhitungkan di akhir bulan. Untuk itu, pengusaha tak usah repot datang ke kantor BMT Al-Amanah, karena petugas BMT akan dengan setia mendatangi nasabahnya setiap hari. Saat ini BMT Al-Amanah mempunyai 90 kelompok dengan jumlah anggota 5-20 orang per kelompok di antara sekitar 4.000 peminjam, termasuk di antaranya dua orang nasabah yang bermukim dan berusaha di Jakarta.
Mengingat besarnya kebutuhan masyarakat, maka selain dana yang bersumber dari modal dan tabungan anggota, BMT tersebut bekerjasama dengan perbankan seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Jabar Syariah serta lembaga lainnya. Peranan perbankan sebagai penyedia dana bagi UMKM memang sangat penting, baik disalurkan secara langsung maupun melalui lembaga keuangan lainnya. Kemudahan perbankan dalam menyalurkan dananya kepada UMKM, juga didukung dengan makin besarnya dukungan peraturan-peraturan Bank Indonesia dalam penyesuaian prosedur pemberian kredit dan insentif kebijakan yang lebih memudahkan dan mendorong bank untuk menyalurkan kreditnya. Di samping itu, BMT Al-Amanah juga mendapat pembiayaan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
BMT Al-Amanah bersama dengan 12 BMT lainnya di wilayah Sumedang dan Majalengka menjadi anggota Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) Sumedang sebagai organisasi yang menaunginya. PINBUK Sumedang adalah salahsatu Business Development Service Provider (BDSP) di Jawa Barat yang telah diakreditasi oleh P3UKM (Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah) sebagai Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (PUKM). P3UKM adalah suatu lembaga independen yang didirikan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, perbankan se-Jawa Barat, universitas, lembaga penjamin kredit serta berbagai pihak terkait lainnya. Lembaga ini memberikan penguatan berupa pelatihan, monitoring, pendampingan, dan pemberian akreditasi/sertifikasi bagi PUKM Mitra seperti PINBUK Sumedang. 
Epilog
Senyum Ny. Een Sukaenah mengembang. Pembiayaan yang diterimanya dari BMT Al-Amanah adalah rangkaian panjang kebijakan Bank Indonesia yang ditransformasikan kepada perbankan dengan pendampingan dari BDSP. Peran semua pihak itulah yang menyatukannya dalam satu sinergi dan menggulirkan dana perbankan untuk UMKM.
Ny. Een Sukaenah adalah contoh dari begitu banyak UMKM pengusaha tahu yang tersebar bukan hanya di Situraja, tetapi di seluruh Sumedang, bahkan berkiprah hampir di seluruh penjuru negeri. Tanpa keluh-kesah, UMKM pengusaha tahu mampu menebar makna bagi sesama; memberi arti bagi negeri. (Tika Noorjaya).


Sabtu, 29 Agustus 2015

SOLO: Keraton, Masjid, dan Sate Kambing



Keraton Surakarta dibangun oleh Pakoe Boewono II pada 1745 Masehi. Di keraton ini terdapat Art Gallery yang menyimpan bermacam benda seni dan sejarah yang tinggi, seperti kereta kencana, macam-macam senjata, wayang kulit dan benda-benda peninggalan jaman dulu lainnya. 

Keraton dibuka untuk umum setiap hari pkl 08.30-14.00, dan hari Minggu pkl 08.30-13.00. Kraton tutup pada hari Jumat. 

Kebetulan saya datang ke situ hari Jumat, sehingga tak bisa masuk ke dalam Art Galery.


Masjid Paromosono dibangun oleh Keraton sejak masa penjajahan Belanda dan menjadi Masjid Keraton yang berada di luar lingkungan Keraton namun masih berada dalam benteng Keraton. Tidak hanya warga kampung ataupun abdi dalem yang boleh beribadah di tempat ini. Para pengunjung Keraton yang beragama Islam pun jika ingin melakukan ibadah dipersilakan datang ke masjid ini.
Masjid yang menghadap ke Keraton ini tidak seperti masjid umumnya. Masjid ini tidak memiliki menara yang menjulang, namun di dalamnya masih terdapat beduk kuno.


Sebelum masa dualisme kepemimpinan Keraton, beduk kuno ini dibunyikan setiap pkl 12 malam oleh abdi dalem Keraton. Namun sekarang beduk ini sudah tidak pernah dibunyikan lagi. Kulitnya sudah berkali-kali diganti.
  













"Bengawan Solo" ... ditembangkan Pak Kliwon dengan iringan petikan kecapi (bernada pentatonis, tentu saja). Bu Tuminah mendampinginya sambil mengupas bawang merah di depan Warung Sate Kambing Bu Hj. Bejo.
 

Hanoman: Belajar Kemuliaan dari Kisah Pewayangan



HANOMAN, Akhir Bisu Sebuah Perang Besar (Pitoyo Amrih, Diva Press, April 2014, 472 halaman).


Dengan usia 25 abad lebih, konon, Hanoman eksis sejak Wayang Purwa hingga menjelang perang antara Jenggala dengan Panjalu.

Novel ini sebagian besar berkisah tentang masa kejayaannya menumpas Rahwana dalam episode Ramayana. Namun, ia tak mau terlibat dalam Bharata Yudha, karena, menurutnya, peperangan yang semula didasarkan pada semangat perjuangan untuk membela kebenaran, tak lebih dari sekadar benturan kepentingan.

Di bagian akhir novel ini, Kresna menemuinya (halaman 452). Pembicaraan dua orang yang dilakukan dengan mata, mulut, dan telinga batin; jasad mereka diam sedang sukma mereka bersama, bertemu, berpelukan, dan saling menyapa (halaman 453). ... Tampak kemudian Sri Kresna tertunduk malu; perlahan dia menitikkan air mata, meski matanya tetap terpejam (halaman 455). 

Kalau sampai Sri Kresna malu apalagi meteskan air mata berarti ia menyesali keputusan yang salah, padahal selama ini dikesankan bahwa Prabu Kresna juga lambang good leader yang nyaris tak pernah keliru dalam mengambil keputusan, semuanya logis, fair play, adil dan masih banyak lagi. Kehadiran Prabu Kresna adalah sebagai juru pengadil sekaligus pengatur strategi untuk membersihkan sampah dunia, sehingga jika masih ada benturan kepentingan maka Bathara Wisnu belum adil. Memang benar, Kresna adalah good leader dalam rangka mengamankan skenario yang sudah dibuat para dewa. Jadi, para penulis yang muncul belakangan, justru mempertanyakan skenario para dewa itu. 

Perbincangan di halaman 454 memang serba singkat, tapi maksudnya adalah keinginan Kresna (sebagai titisan Bathara Wisnu) untuk membunuh Antasena agar tak terlibat dalam Bharata Yudha. Ketidakadilan juga hadir dalam diri Sri-Rama (yang juga titisan Wisnu) yang mencurigai kesetiaan Sinta dan akibat negatifnya.

Buku karya Miftahul A'la ini juga bercerita tentang Hanoman: Si Buruk Rupa Berjiwa Mulya (200 halaman, Penerbit Garailmu, Jakarta, 2009). Buku ini dikemas bukan dalam versi novel seperti karya Pitoyo Amrih di atas, melainkan dalam format biografi sebagai legenda, sejak kelahiran hingga kematiannya.
 



Hal yang menarik dari buku ini terutama mengenai ajaran hidup Hanoman: pembela kebenaran, pemberani, pantang menyerah, optimistis, pendukung loyalitas, kesatria sejati, kasih sayang, hati-hati dalam bertindak, bertanggung jawab, penuh kesederhanaan, percaya diri, dan tidak silau dengan dunia. 

Jelaslah ke-12 sifat di atas lebih dari cukup untuk mencapai kemuliaan hidup, yang masih relevan hingga sekarang.

Koes Plus: Sang Legenda

Koes Plus tetaplah sebuah legenda. Kisah-kisah tentang eksistensinya yang dibukukan tahun 2000 (154 halaman, karya Jacky Chauzaky, Nandang Suherlan, dan Hanoeng M. Noer) ataupun 2014 (230 halaman, karya Ais Suhana) tetap penuh pesona. 



Kelebihan buku terbaru (April 2014), tak lain kemasannya yang lebih mewah dan penuh halaman berwarna. Diskografi dilengkapi dengan judul 953 lagu yang ada di 89 album. Tak lupa ulasan tentang Koes Plus dari sejumlah pegiat seni dan petinggi negeri. BRAVO.

Anak-anak muda yang belum lahir ketika Koes Plus berjaya, ternyata dapat menikmati sajian musiknya, bahkan bisa menyanyikannya karena kesederhaan musik maupun lyriknya.

BALI: Desa Tradisional Penglipuran



Desa Wisata Tradisonal Penglipuran terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli dengan ketinggian 500-600 m dpl. Berjarak sekitar 45 Km dari kota Denpasar. 
Desa ini dapat dicapai sekitar 1,5 jam perjalanan dari Bandara Ngurah Rai, Tuban baik menggunakan bus, mini bus ataupun kendaraan roda dua. 

 
 


Desa Penglipuran dikelilingi oleh Hutan Bambu, dengan udara pedesaan yang sejuk dan segar diselingi gesekan pohon bambu yang unik. Bambu dipakai untuk keperluan penduduk membangun rumah dan kerajinan tangan di samping keperluan upacara adat. 

Hutan ini juga berfungsi sebagai penyerap air di saat hujan dan penyedia air bersih di musim kemarau bagi desa yang berada di bawahnya.

Monumen ini dibangun oleh Penduduk Desa Penglipuran untuk mengenang Kapten Anak Agung Anom Muditha beserta pasukannya yang gugur 20 Nopember 1947 dalam menghadapi Tentara NICA selama zaman Revolusi.


Homestay: Rumah penduduk yang disewakan untuk wisatawan, dengan sewa sekitar Rp100-500 ribu per kamar/hari.