Kamis, 23 Maret 2017

BOGOR: Angkot vs Transportasi Online

ANGKOT VS TRANSPORTASI ONLINE

ANGKOT itu layak menjadi bagian dari masa lalu, seperti halnya delman, sado, helicak, becak, dan bemo.
Dalam waktu dekat, keberadaan mereka cukup 10% saja dari populasi angkutan di kota, sekadar oase bagi penawar kehausan romantisme.



 Tanggal 21 Maret 2017, sopir angkot kota Bogor berdemo lagi. Dan seperti tahun lalu, jalanan lengang, orang-orang berselfie-ria.
Setahun yang lalu mereka menuntut agar Pemda Kota Bogor menghentikan jalur angkot searah, ... dan setahun ini kita sudah terbiasa dengan perubahan itu.
Tahun ini tuntutannya beralih ke transportasi berbasis online, yang mengundang sumpah serapah dari calon penumpang.


Menurut saya, jalan searah dan transportasi online adalah ciri-ciri kota masa depan yang berbudaya. Sebaliknya, jalan banyak arah dan moda tranportasi angkot yang bikin macet itu adalah sisa-sisa budaya lama, yang tidak adaptif terhadap perubahan zaman.
Inti permasalahan kemacetan di kota Bogor adalah terlalu banyak angkot, karena kemacetan cara berpikir pejabat di masa lalu, yang begitu mudah mengeluarkan izin trayek angkot.
Karena itu, saatnya bagi Pemda Kota Bogor untuk membuat kebijakan tegas mengurangi populasi angkot. Dalam hal ini, transportasi online adalah jawabannya, dengan layanan prima yang nyaman, cepat, murah, dan melayani berbagai kebutuhan secara to the point.
Selain itu, ada 10 Alasan Menyukai Taxi Online: (1) Murah; (2) Mobil bagus; (3) Muat banyak; (4) Tidak takut nyasar; (5) Tak ribet uang kembalian; (6) Tak takut Argo Kuda; (7) Bisa charge HP; (8) Ada permen Aqua dan tissue; (9) Dilihat tetangga, "Ck ck ck, dia udah pake sopir"; (10) Kata satpam kompleks, "Wah mobil bapa itu banyak betul, gonta-ganti terus".
Go Taxi On-line !!!

Pengurangan angkot sebaiknya dilakukan secara bertahap, misalnya hanya tersisa sepersepuluhnya dalam waktu tiga tahun. Bolehlah kalau Pemda mau menyediakan angkutan umum pengganti yang lebih baik.
Sesungguhnyalah penggunaan teknologi (dalam bidang apa pun) memang mengundang ekses, dan hal itu sudah berlangsung sejak lama: kuda, delman, becak, angkot. Dan sudah terbukti pula bahwa akhirnya teknologi baru menjadi keniscayaan untuk diadopsi meskipun sempat terjadi penolakan pada awalnya.

Kita berharap, Bogor bisa kembali ke Buitenzorg yang nyaman. 

Minggu, 19 Maret 2017

NAMAKU DAHLIA, Kisah Kelompok Perempuan di Dusun Lubuk Beringin

Penulis: Syafrizaldi, 

Judul Buku: Namaku Dahlia. Kisah Kelompok Perempuan di Dusun Lubuk Beringin

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tahun Terbit: 2015

Tebal: 180 halaman

ISBN 978-602-03-1712-0.




Buku ini bukan novel, apalagi fiksi. Buku ini adalah kisah nyata, true story, 15 tahun perjuangan kelompok perempuan di Dusun Lubuk Beringin untuk keluar dari keterpurukan ekonomi. 
Di dusun pedalaman yang berjarak sekitar 350 km dari pusat ibukota Provinsi Jambi ini akan kita dapati sekelompok perempuan luar biasa. Mereka adalah organisator andal. Kegiatan "yasinan" dikreasikan menjadi arisan, yang lalu berkembang menjadi lembaga keuangan mikro yang kuat, sekaligus memberi manfaat bagi penduduk untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal yang berbasis pertanian. Mereka berhasil mengusir rentenir dan menghalau pencari rente dari luar kampung.

Gerakan perempuan yang kemudian membentuk Koperasi Wanita Dahlia ini, memang bukan koperasi beraset dan beromset besar yang wah, ... namun semangat kemandirian dan gotong royong sungguh demikian tertanam dalam. Mereka tak sungkan mengembalikan uang bantuan dari Pemerintah yang "ada-ada saja" maunya.

Kisah perjuangan para perempuan andal ini sungguh layak menjadi referensi bagi gerakan perekonomian lokal bersemangat koperasi di seluruh penjuru negeri.

Gerakan perempuan yang kemudian membentuk Koperasi Wanita Dahlia ini, memang bukan koperasi beraset dan beromset besar yang wah, ... namun semangat kemandirian dan gotong royong sungguh demikian tertanam dalam. Mereka tak sungkan mengembalikan uang bantuan dari Pemerintah yang "ada-ada saja" maunya.

Kisah perjuangan para perempuan andal ini sungguh layak menjadi referensi bagi gerakan perekonomian lokal bersemangat koperasi di seluruh penjuru negeri.


Contoh keberhasilan semacam ini seharusnya memang didokumentasikan. Bukan untuk dicopy paste di tempat lain, karena setiap daerah berbeda masalah. Melainkan sebagai referensi bahwa ada cara lain untuk menyiasati situasi.

HUJAN, novel karya Tere Liye

Penulis: TERE LIYE

Judul Buku: Hujan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tahun terbit: Januari 2016

Tebal: 320 halaman

ISBN: 978-602-03-2478-4



Di pagi yang gerimis 21 Mei 2042, penghuni bumi sedang merayakan kelahiran bayi yang ke 10 milyar, ketika sebuah gunung purba meletus, dengan kekuatan 100 kali lipat letusan Gunung Krakatau atau Gunung Tambora. Hanya sepuluh persen penduduk bumi yang selamat, termasuk Lail dan Esok, lelaki 15 tahun, yang menyelamatkan Lail dari stasiun kereta bawah tanah yang runtuh.

Hari itulah awal Lail yatim piatu di usia 13, sekaligus awal kisah cintanya. Kisah cinta yang mengalir dalam setting pasca bencana. Kisah cinta yang sunyi dalam era kecanggihan teknologi. Kisah cinta jarak jauh di antara perjuangan untuk kemanusiaan dan proyek kapal rahasia untuk penyelamatan penghuni bumi dari kepunahan. Kisah tentang Lail yang merasa bertepuk sebelah tangan.

***

“Aku ingin melupakan hujan”, kata Lail, yang putus harapan, delapan tahun setelah musibah itu. Teknologi canggih di Pusat Terafi Saraf telah sampai di tahap akhir untuk menghapus ingatan Lail tentang hujan, kesedihan dan penderitaan. Tetapi, di saat kritis itulah Esok datang, ...

***

Inilah novel terbaru Tere Liye yang berkisah tentang “Hujan”, tentang “Melupakan”, tentang “Perpisahan”, tentang “Cinta” dan tentang “Persahabatan”.

Namanya juga fiksi, penyebutan 21 Mei 2042 dalam novel ini tak usahlah terlalu dipikirkan.

MATA HARi, novel karya Paui Coelho

Penulis: Paulo Coelho

Judul Buku: MATA HARI

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2016

Tebal: 192 halaman

ISBN: 978-602-03--3613-8.




MATA HARI

"Langsing dan tinggi, lentur dan gemulai seperti binatang liar, Mata Hari memiliki rambut hitam yang menggelombang aneh dan membawa kita ke tempat ajaib".

Itulah salahsatu kutipan klipping koran-koran di Inggris tahun 1900an tentang Mata Hari, yang kisah nyatanya diangkat dari dokumen dinas intel Inggris, dan dibuka untuk publik pada tahun 1999.

Paulo Coelho, sang maestro penulis novel ini, menghidupkan kembali cerita tentang salah satu wanita paling misterius dalam sejarah. Dan Indonesia yang kala itu bernama Hindia Belanda, sempat menjadi tempat mukim Mata Hari bersama tentara Belanda yang menikahinya pada 11 Juli 1895. Namun keluarganya yang tidak harmonis mengantarnya untuk berkelana di Eropa, dimulai dari Perancis.

Sebagai penari, dia membuat para penontonnya syok dan berdebar-debar; sebagai wanita penghibur, daya tariknya membius pria-pria paling kaya dan berkuasa pada zaman itu.

Tetapi, ketika Perang Dunia Pertama berkecamuk, paranoia menyelimuti seantero negeri. Ia ditangkap dan dituduh melakukan kegiatan mata-mata, yang kemudian mengantarnya ke penjara dan riwayat hidupnya berakhir di depan 12 orang regu penembak pada subuh hari 15 Oktober 1917.

Itulah keputusan hukum yang ternyata disesali oleh jaksa Andre Mornet pada tahun 1947. Katanya " ... bukti yang kami miliki begitu lemah sehingga tidak mungkin cukup untuk menghukum seekor kucing sekalipun".

GENDUK, Novel karya Sundari Mardjuki

Penulis: Sundhari Mardjuki 
Judul Buku: GENDUK 
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbut: 2016
Tebal: 232 halaman. 
ISBN-978-602-03-3219-2.


GENDUK adalah panggilan untuk Anisa Nooraini, anak yatim berusia sebelas tahun korban kisruh G30S-PKI.
Dengan setting cerita tahun 1970an, GENDUK adalah anak sekolah dasar yang pintar mengarang cerita dan menulis puisi. Dengan gaya bertutur sebagai "sang aku", memoar ini layaknya kisah nyata yang menunjukkan kepiawaian sang pengarang dalam menunjukkan konflik batin Genduk dan derita masyarakat desa paling puncak di Gunung Sindoro, Temanggung. Novel ini berkisah tentang masyarakat agraris petani tembakau yang nasibnya terpuruk akibat ulah para tengkulak, yang mereka sebut "gaok".
GENDUK melakukan pencarian jatidirinya melalui sosok sang ayah yang tak pernah dilihatnya namun selalu dirindukannya. Didera derita kemiskinan dan sakit hati atas tindakan gaok Kaduk, di suatu subuh yang dingin Genduk minggat meninggalkan Biyung, ibunya, untuk menelusuri keberadaan sang ayah, yang diyakininya berada di kota Parakan. Inilah perjalanan pertamanya keluar desa. Meski cuma sehari-semalam upaya ini menjadi titik balik dalam penyelesaian konflik.
Sundari Mardjuki, sang pengarang, membawa kita pada ketegaran, keberanian, dan kemampuan perempuan melakukan hal yang besar dan penting, bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi petani tembakau di sekitarnya.

Catatan:
* Dalam format berbeda, buku ini mengingatkan buku sejenis berjudul Gadis Kretek.