Kamis, 02 September 2021

BARANANGSIANG, Terang Benderang

BARANANGSIANG, Terang Benderang

"Baranangsiang" adalah buku kedua karya Kang Yan Lubis, alias Rusdian Lubis.




Seperti "Anak Kolong" (buku Kang Yan yang pertama), gaya bahasa buku ini bohemian, "seenaknya", tanpa kehilangan orisinalitas dan intelektualitas.

Lorong waktu yang mundur ke alam 1970-1980an berhasil digali dengan cukup terang, rinci dan teliti. Kenangan diunggah dalam format pada masanya, flash back, dan sekali-sekali ditarik ke masa kini.

Dalam format novel, Kang Yan mengenang masa lalu Baranangsiang dengan taburan sejuta fantasi. Terasa indah seperti ketika Pramudya Ananta Toer menggambarkan lika-liku geografis dan eksotis Malang-Kediri dalam lakon "Arok-Dedes".
_____
Sebagian besar kenangan tentu saja bercerita tentang Kampus IPB Baranangsiang melalui ingatan tentang Mahatani, Tempat indekos, POSMA, Ruang Kuliah, Laboratorium Praktikum, Praktik Lapang, Perpustakaan, Landasan Matematika, Gado-gado Bi Enur, KKN, RCD, Pers Kampus, Kewiraan dan Mahawarman, para dosen, dll.

Bagian lain ada juga yang berkisah tentang pengalaman di tempat lain, khususnya ketika Kang Iyan belajar dan bekerja di mancanagara, namun senantiasa dikaitkan dengan ingatan tentang Baranangsiang.

Bagian yang paling menarik bagi saya sebagai pituin Sunda, adalah proses Kang Iyan Menyunda, Menjadi Sunda.

Dari ungkapan yang menyebar dan menebar di sekitar 300an halaman buku ini, wabil khusus tentang "Salak dari Gunung Salak" (halaman 145-158) dan "Banondari" (2 episode, halaman 173-184 dan 185-202), segera tampak bahwa Kang Iyan telah memahami kesundaan lebih dari cukup, tak sekadar berbahasa tapi juga budaya. Karena itu, saya lebih suka menyebutnya Kang Iyan daripada Bang Lubis.
_____
Kang Iyan memang empat tahun lebih dulu masuk IPB dibanding saya, tetapi suasana batin pada waktu itu relatif tak banyak berubah, jadi biografi ini dapat dinikmati dengan mudah, bahkan ada irisan tiga tahun kebersamaan (1976-1978).

Lebih dari itu, letak geografis Departemen Agronomi, jurusannya, berdekatan dengan Departemen Sosek, jurusan saya.
_____
Setelah membaca keseluruhan naskah, saya merasa terhibur, terharu, dan bersyukur, bahwa ada kakak tua yang menuliskan kenangan tentang Baranangsiang dan ke-IPB-an dengan cara yang cerdas dan jenaka, kadang-kadang nakal juga. Jadi ingat Si Kabayan, yang lugu dan cerdas, mengisi hidup dengan sepenuh "heuheuy jeung deudeuh".

Tak ada gading yang tak retak, ... foto-foto bersejarah dalam buku ini kiranya akan lebih afdol kalau tampil dalam warna aslinya. Entah kenapa, foto hitam-putih di buku ini sebagian besar terlalu gelap untuk mengesankan "kenangan".
____
Nama saya disebut-sebut dalam buku ini, bukan karena menjadi pelakon, melainkan karena mendapat kepercayaannya untuk menerjemahkan beberapa lagu Sunda ke dalam Bahasa Indonesia ("Banondari Saga-1" dst).

Oh ya, tak lupa Kang Yan juga menampilkan foto sampul buku-buku DR. Ir. Hidayat Nataatmadja (alm) koleksi pribadi perpustakaan saya. Rupanya kami sesama fans berat Pa Hidayat yang cerdas, yang ilmunya lintas-batas seperti Einstein ("Migrain Lantaran Einstein", halaman 251-268).
____
Buku Kang Yan ini menjadi pelengkap bagi kami mahasiswa IPB Angkatan 13 (ASTAGA, Ayo Santai Tapi Awas Gagal) yang telah mengumpulkan lebih dari 200 kenangan dalam dua jilid buku, yakni Merajut Kenangan, Mensyukuri Nikmat Kebersamaan (Jilid I: 2017) dan Merekatkan Kebersamaan, Melestarikan Persahabatan (Jilid II: 2018).
_____
Yan Lubis, BARANANGSIANG, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019, (xiii + 314) halaman. ISBN 978-602-433-745-2.
Ary
Like
Comment

Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar