KELIMUTU: Danau Tiga Warna yang Mempesona
Oleh Tika Noorjaya
Tiga danau yang berbeda warna, sungguh merupakan keindahan Danau
Kelimutu yang
amat mempesona. Danau ini berada di kawasan tengah Pulau Flores. Di sinilah, kita bisa menikmati keunikan alam
Danau Kelimutu yang terletak di puncak Gunung Kelimutu. Danau ini masuk dalam rangkaian
Taman Nasional Kelimutu. Ketiga danau bagaikan dicat berwarna. Warna
airnya berubah-ubah tanpa
ada tanda alami sebelumnya. Mineral yang terlarut kedalam air menyebabkan warna
air yang
tidak dapat diduga sebelumnya.
Gunung Kelimutu berjarak kurang
lebih 150 km dari kota Maumere, ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan darat
melalui jalan yang berkelok-kelok. Sepanjang
jalan kita disuguhi pemandangan alam yang indah, baik pantai maupun pegunungan,
dengan udara segar yang jauh dari polusi.
Bagi yang ingin mengejar
keindahan alam Gunung Kelimutu di waktu matahari terbit (sunrise) maka harus rela sudah berada di puncak atau di tempat tersebut sebelum matahari terbit. Jangan
lupa membawa pakaian tebal untuk melawan dingin yang amat menusuk
badan.
Memasuki area wisata Gunung Kelimutu, kita menjumpai
pintu gerbang dan loket pembayaran, dengan tiket Rp 20.000 untuk wisatawan
domestik dan Rp 50.000 untuk wisatawan asing. Jangan
kaget kalau diminta biaya kamera juga. Dari pintu gerbang
kita menuju tempat parkir sekitar ±2 km, yang cukup luas dengan fasilitas
toilet dan lokasi berjualan bagi para pedagang, yang menjajakan kopi panas dan cup mie pengganjal perut.
Ada juga beberapa pedagang yang menjual kain tenun ikat khas Flores. Para
pedagang tinggal di bawah kaki gunung yang berjarak ± 4 km. Mereka mengaku
keturunan suku asli yang pertama tinggal di situ. Namun demikian, seiring perkembangan jaman, sudah
banyak pula perkawinan campuran dengan suku dan agama lain.
Untuk menuju ke puncak atau
danau Kelimutu kita harus berjalan kaki. Udara dingin menjadi tantangan tersendiri. Jarak dari tempat parkir ke puncak Gunung Kelimutu kurang lebih 4-5 kilometer. Pastikan Anda menyiapkan stamina yang prima untuk
melakukan pendakian ini.
Gunung Kelimutu berada di ketinggian 1.640 meter di atas permukaan laut, tumbuh di dalam kaldera Sokoria atau Mutubusa bersama dengan Gunung
Kelido (1.641 m dpl)
dan Gunung Kelibara (1.630 m dpl). Ketiganya
membangun komplek yang bertautan kecuali Gunung Kelibara yang terpisah
oleh lembah dari kaldera Sokoria. Dari ketiga gunung tersebut, Gunung Kelimutu
merupakan kerucut tertua dan masih memperlihatkan aktivitas sampai sekarang
yang merupakan kelanjutan kegiatan gunung api tua Sokoria.
Pada salah satu puncaknya terdapat tugu. Dari sinilah kita dapat melihat
ketiga danau yang ada di area Gunung Kelimutu. Tampaklah
tiga buah sisa kawah yang mencerminkan perpindahan puncak erupsi. Ketiga sisa
kawah tersebut kini berupa danau kawah. Dengan warna air yang berlainan dan
mempunyai ukuran diameter yang bervariasi, bernama Tiwu Ata Polo (danau Merah )
dengan luas ± 4 ha, kedalaman ± 64 meter, Tiwu Nua Muri Koo Fai (Danau Hijau)
dengan luas± 5,5 ha , kedalaman ± 127
meter dan Tiwu Ata Bupu (Danau Hijau Lumut) dengan luas± 4,5 ha dan kedalaman ± 67 meter.
Selain danau atau kawah Kelimutu, di area Gunung Kelimutu terdapat Botanical Garden yang
dinamai Arboretum. Arboretum ini berada di sebelah kiri pada saat kita naik ke
danau/kawah Kelimutu. Dengan areal 4,5 ha, di Arboretum terdapat 79 jenis taman, 15 jenis (pohon) tanaman bawah,
4 tanaman endemik dan total 250 tanaman. Setiap pohon diberi plang dengan
nama latin.
Apabila kita datang setelah matahari terbit, pastikan
tidak terlalu siang. Biasanya pada musim hujan pukul 10:00 pagi sudah mulai
turun kabut. Gunung Kelimutu biasanya ramai pada bulan April – September. Namun
demikian bukan berarti di bulan lain
tidak ada pengunjung.
Sejarah
Sejarah gunung Kelimutu memang kurang dikenal, namun menurut
keterangan penduduk setempat gunung dengan ketiga danau berwarna ini telah ada
sepanjang sejarah. Dinding di antara kedua danau di bagian timur konon dahulu bisa dilalui
orang, tetapi sekarang dinding semakin menipis dan hampir lenyap akibat
peristiwa vulkanik berupa letusan dan gempa.
Berdasarkan catatan, Gunung Kelimutu meletus dasyat pada tahun
1830 dengan mengeluarkan lava hitam Watukali, kemudian meletus kembali tahun
1869-1870 disertai aliran lahar dan
membuat suasana gelap gulita di sekitarnya, dimana hujan abu terlontar hingga mencapai Desa Pemo. Selain itu, terdapat
beberapa aktivitas vulkanis dari gunung Kelimutu seperti dalam tabel di bawah.
No
|
Tahun
|
Aktivitas Gunung
|
1
|
1830
|
Letusan
besar, adanya
lava hitam Watukali
|
2
|
1869
- 1870
|
Letusan
abu disertai aliran lahar, suasana pada waktu itu gelap gulita
|
3
|
1888
|
Letusan
besar dari kawah tengah
|
4
|
1938
|
Mei
– Juni terjadi letusan freatik di danau Tiwu Nua Muri Koo Fai
|
5
|
1940
|
Terjadi
letusan lagi
|
6
|
1941
|
Terjadi
suara gemuruh disertai aliran larva kecil
|
7
|
1947
|
Terjadi
aktivitas lagi
|
8
|
1967
|
September
,
peningkatan kegiatan, terjadi perubahan warna di danau Tiwu Nua Mori Koo Fai
berubah dari Hijau ke Putih.
|
9
|
1968
|
3
Juni terjadi letusan dalam air danau Tiwu Nua Muri Koo Fai. Gejala ini
didahului oleh suara mendesis, disusul dengan semburan air coklat kehitaman,
semburan air mencapai ketinggian kurang lebih 10 meter.
|
10
|
1993
|
Peningkatan
kegiatan pada danau Tiwu Nua Mori Koo Fai,
dengan jumlah gempa vulkanik meningkat dratis pada bulan Februari – April.
|
11
|
1997
|
Mei
– Juni terjadi peningkatan kegiatan di danau Tiwu Muri Koo Fai, terjadi
perubahan warna air danau kawah dari hijau muda menjadi putih.
|
12
|
1997
– 2006/2007
|
Belum
ada kegiatan peningkatan aktivitas vulkanik, namun tetap waspada dan dipantau
|
(sumber
: Direktorat Vulkanologi DitjenGeologo Dan Sumber Daya Mineral)
|
Legenda
Suasana Kelimutu bervariasi, tidak hanya perbedaan dan
perubahan warna danau, akan tetapi juga karena cuaca. Tidak aneh jika tempat
yang keramat ini menjadi legenda yang berlangsung secara turun temurun. Masyarakat percaya
bahwa jiwa/arwah akan datang ke Kelimutu setelah seseorang meninggal dunia,
jiwa atau maE meninggalkan kampungnya
dan tinggal di Kelimutu untuk selamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu kawah atau danau, para
arwah tersebut menghadap ke
Konde Ratu selaku
penjaga pintu masuk Prekonde. Arwah tersebut masuk dalam salah satu danau/kawah
yang ada, tergantung usia dan perbuatannya.
Masyarakat percaya bahwa tempat ini sakral. Karena itu, hormatilah
tempat ini dengan tidak merusak atau mengotori dan tetaplah berada pada jalan
setapak yang sudah ditentukan.
Laporan perjalanan ini dimuat Majalah KARSA, Vo. 4 Nomor 5, Mei-Juni 2015.