Kamis, 23 Juli 2015

KELIMUTU: Pesona Danau Tiga Warna





KELIMUTU: Danau Tiga Warna yang Mempesona
Oleh Tika Noorjaya

Tiga danau yang berbeda warna, sungguh merupakan keindahan Danau Kelimutu yang amat mempesona. Danau ini berada di kawasan tengah Pulau Flores. Di sinilah, kita bisa menikmati keunikan alam Danau Kelimutu yang terletak di puncak Gunung Kelimutu. Danau ini masuk dalam rangkaian Taman Nasional Kelimutu. Ketiga danau bagaikan dicat berwarna. Warna airnya berubah-ubah tanpa ada tanda alami sebelumnya. Mineral yang terlarut kedalam air menyebabkan warna air yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Gunung Kelimutu berjarak kurang lebih 150 km dari kota Maumere, ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan darat melalui jalan yang berkelok-kelok. Sepanjang jalan kita disuguhi pemandangan alam yang indah, baik pantai maupun pegunungan, dengan udara segar yang jauh dari polusi.
Bagi yang ingin mengejar keindahan alam Gunung Kelimutu di waktu matahari terbit (sunrise) maka harus rela sudah berada di puncak atau di tempat tersebut sebelum matahari terbit. Jangan lupa membawa pakaian tebal untuk melawan dingin yang amat menusuk badan.
Memasuki  area wisata Gunung Kelimutu, kita menjumpai pintu gerbang dan loket pembayaran, dengan tiket Rp 20.000 untuk wisatawan domestik dan Rp 50.000 untuk wisatawan asing. Jangan kaget kalau diminta biaya kamera juga. Dari pintu gerbang kita menuju tempat parkir sekitar ±2 km, yang cukup luas dengan fasilitas toilet dan lokasi berjualan bagi para pedagang, yang menjajakan kopi panas dan cup mie pengganjal perut. Ada juga beberapa pedagang yang menjual kain tenun ikat khas Flores. Para pedagang tinggal di bawah kaki gunung yang berjarak ± 4 km. Mereka mengaku keturunan suku asli yang pertama tinggal di situ. Namun demikian, seiring perkembangan jaman, sudah banyak pula perkawinan campuran dengan suku dan agama lain.
Untuk menuju ke puncak atau danau Kelimutu kita harus berjalan kaki. Udara dingin menjadi tantangan tersendiri. Jarak dari tempat parkir ke puncak Gunung Kelimutu kurang lebih 4-5 kilometer. Pastikan Anda menyiapkan stamina yang prima untuk melakukan pendakian ini.
Gunung Kelimutu berada di ketinggian 1.640 meter di atas permukaan laut, tumbuh di dalam kaldera Sokoria atau Mutubusa bersama dengan Gunung Kelido (1.641 m dpl) dan Gunung Kelibara (1.630 m dpl). Ketiganya  membangun komplek yang bertautan kecuali Gunung Kelibara yang terpisah oleh lembah dari kaldera Sokoria. Dari ketiga gunung tersebut, Gunung Kelimutu merupakan kerucut tertua dan masih memperlihatkan aktivitas sampai sekarang yang merupakan kelanjutan kegiatan gunung api tua Sokoria.
Pada salah satu puncaknya terdapat tugu. Dari sinilah kita dapat melihat ketiga danau yang ada di area Gunung Kelimutu. Tampaklah tiga buah sisa kawah yang mencerminkan perpindahan puncak erupsi. Ketiga sisa kawah tersebut kini berupa danau kawah. Dengan warna air yang berlainan dan mempunyai ukuran diameter yang bervariasi, bernama Tiwu Ata Polo (danau Merah ) dengan luas ± 4 ha, kedalaman ± 64 meter, Tiwu Nua Muri Koo Fai (Danau Hijau) dengan luas±  5,5 ha , kedalaman ± 127 meter dan Tiwu Ata Bupu (Danau Hijau Lumut) dengan luas±  4,5 ha dan kedalaman ± 67 meter.
Selain danau atau kawah Kelimutu, di area Gunung Kelimutu terdapat Botanical Garden yang dinamai Arboretum. Arboretum ini berada di sebelah kiri pada saat kita naik ke danau/kawah Kelimutu. Dengan areal 4,5 ha, di Arboretum terdapat 79 jenis taman, 15 jenis (pohon) tanaman bawah, 4 tanaman endemik dan total 250 tanaman. Setiap pohon diberi plang dengan nama latin.
Apabila kita datang setelah matahari terbit, pastikan tidak terlalu siang. Biasanya pada musim hujan pukul 10:00 pagi sudah mulai turun kabut. Gunung Kelimutu biasanya ramai pada bulan April – September. Namun demikian bukan berarti di bulan lain tidak ada pengunjung.

Sejarah
Sejarah gunung Kelimutu memang kurang dikenal, namun menurut keterangan penduduk setempat gunung dengan ketiga danau berwarna ini telah ada sepanjang sejarah. Dinding di antara kedua danau di bagian timur konon dahulu bisa dilalui orang, tetapi sekarang dinding semakin menipis dan hampir lenyap akibat peristiwa vulkanik berupa letusan dan gempa.
Berdasarkan catatan, Gunung Kelimutu meletus dasyat pada tahun 1830 dengan mengeluarkan lava hitam Watukali, kemudian meletus kembali tahun 1869-1870 disertai aliran  lahar dan membuat suasana gelap gulita di sekitarnya, dimana hujan abu terlontar hingga mencapai Desa Pemo. Selain itu, terdapat beberapa aktivitas vulkanis dari gunung Kelimutu seperti dalam tabel di bawah.
No
Tahun
Aktivitas Gunung
1
1830
Letusan besar, adanya lava hitam Watukali
2
1869 - 1870
Letusan abu disertai aliran lahar, suasana pada waktu itu gelap gulita
3
1888
Letusan besar dari kawah tengah
4
1938
Mei – Juni terjadi letusan freatik di danau Tiwu Nua Muri Koo Fai
5
1940
Terjadi letusan lagi
6
1941
Terjadi suara gemuruh disertai aliran larva kecil
7
1947
Terjadi aktivitas lagi
8
1967
September , peningkatan kegiatan, terjadi perubahan warna di danau Tiwu Nua Mori Koo Fai berubah dari Hijau ke Putih.
9
1968
3 Juni terjadi letusan dalam air danau Tiwu Nua Muri Koo Fai. Gejala ini didahului oleh suara mendesis, disusul dengan semburan air coklat kehitaman, semburan air mencapai ketinggian kurang lebih 10 meter.
10
1993
Peningkatan kegiatan pada danau Tiwu Nua Mori Koo Fai, dengan jumlah gempa vulkanik meningkat dratis pada bulan Februari – April.
11
1997
Mei – Juni terjadi peningkatan kegiatan di danau Tiwu Muri Koo Fai, terjadi perubahan warna air danau kawah dari hijau muda menjadi putih.
12
1997 – 2006/2007
Belum ada kegiatan peningkatan aktivitas vulkanik, namun tetap waspada dan dipantau
(sumber : Direktorat Vulkanologi DitjenGeologo Dan Sumber Daya Mineral)

Legenda
Suasana Kelimutu bervariasi, tidak hanya perbedaan dan perubahan warna danau, akan tetapi juga karena cuaca. Tidak aneh jika tempat yang keramat ini menjadi legenda yang berlangsung secara turun temurun. Masyarakat percaya bahwa jiwa/arwah akan datang ke Kelimutu setelah seseorang meninggal dunia, jiwa atau maE meninggalkan kampungnya dan tinggal di Kelimutu untuk selamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu kawah atau danau, para arwah tersebut menghadap ke Konde Ratu selaku penjaga pintu masuk Prekonde. Arwah tersebut masuk dalam salah satu danau/kawah yang ada, tergantung usia dan perbuatannya.
Masyarakat percaya bahwa tempat ini sakral. Karena itu, hormatilah tempat ini dengan tidak merusak atau mengotori dan tetaplah berada pada jalan setapak yang sudah ditentukan.

Laporan perjalanan ini dimuat Majalah KARSA, Vo. 4 Nomor 5, Mei-Juni 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar