MOCAF: Pangan Alternatif Pengganti Terigu
Oleh Tika Noorjaya
Indonesia
adalah pengimpor terigu dan gandum terbesar di dunia.Tahun 2012, impor gandum mencapai
6,25 juta ton (US$ 2,25 miliar), dan terigu 479,68 ribu ton (US$ 188,83 juta). Pada
tahun 2013 impor gandum meningkat menjadi 6,72 juta ton (US$ 2,43 miliar), dan
terigu 205,45 ribu ton (US$ 82,07 miliar). Seiring perkembangan industri
makanan berbasis tepung di Indonesia, permintaan terigu meningkat dari tahun ke
tahun. Konsumsi tepung terigu nasional meningkat dari 6,77 juta ton pada tahun
2012 menjadi 7,04 juta ton pada tahun 2013. Demikian pula tahun 2014 Indonesia mengimpor lebih dari tujuh juta ton gandum. Adapun
tahun 2015 permintaan tepung terigu diperkirakan akan tumbuh sekitar 5%.
Ketergantungan
Indonesia terhadap gandum sangat akut dan berlanjut. Konsumsi terigu sudah
menyebar merata di setiap lapisan
masyarakat dalam bentuk roti, mie, kue, snack,
dan lain-lain. Impor gandum dan tepung terigu dalam jumlah besar ini dapat
mengancam stabilitas perekonomian nasional, khususnya pangan.
MOCAF (Modified Cassava Flour)
dapat menjadi solusi atas permasalahan ketergantungan terigu Indonesia. Tepung
MOCAF merupakan tepung singkong yang termodifikasi karena fermentasi
bakteri asam laktat yang mengubah sifat tepung tersebut. Keistimewaan
MOCAF dapat mengembang setara dengan pengembangan tepung terigu dengan
kadar protein sedang.
Perkembangan MOCAF di Indonesia dan Tantangannya
Indonesia
patut bangga, karena MOCAF ditemukan oleh ilmuwan Indonesia: DR. Achmad
Subagio, dosen Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Jember. Prestasinya sebagai inovator telah diakui berbagai pihak,
antara lain dimasukkan dalam buku Who’s
Who in the World 2010. Sebelumnya, Bagio juga dinobatkan sebagai satu dari
100 peneliti muda inovatif Indonesia.
Tahun 2005, Bagio mempresentasikan
MOCAF di depan Bupati Trenggalek saat itu, Soeharto. Ternyata Bupati sangat
tertarik untuk mengembangkan MOCAF di wilayahnya secara terintegrasi dari hulu
hingga ke hilir. MOCAF mulai diproduksi oleh Koperasi Gemah Ripah Loh
Jinawi. Kini banyak bermunculan usaha pendukung,
seperti bengkel mesin perajang singkong, perajin tampah, dan sebagainya, yang banyak menyerap tenaga kerja untuk pabrik, lahan tani,
dan pelaku usaha pendukung lainnya.
Selain itu, industri MOCAF juga dikembangkan di Kabupaten Kaur, Bengkulu dengan
memasukkannya ke dalam konsep Pondok Pusaka Techno Park. Kawasan
seluas 700 hektar ini menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan
transfer teknologi terkait pengembangan budidaya pertanian, agroindustri,
industri rumah tangga, sekaligus pusat pembinaan social capital, kawasan wisata tekno, kepanduan, dan kepemudaan.
Demikianlah,
saat ini MOCAF sudah popular di Indonesia, dan para pengusaha mulai melirik
bisnis ini, khususnya di Jawa dan Sumatera. Namun demikian,
industri ini masih menghadapi kendala dan tantangan. Pertama, ketersediaan bahan baku
singkong seiring dengan perkembangan industri
lain yang berbasis singkong seperti bioetanol, gula cair, tapioka, industri
makanan, dan lain-lain. Kedua, persaingan
ketat dengan terigu yang masih mendominasi. Ketiga,
masyarakat masih fanatik dengan produk terigu. Keempat, belum ada dukungan
pemerintah untuk melakukan kuota terigu impor dan bantuan investasi kepada UMKM.
Kelima, kurangnya pengetahuan
produsen tentang mengolah limbah cair MOCAF. Keenam, akses pasar yang masih terbatas.
Kendala
tersebut harus mendapatkan solusi, jika ingin mengembangkan industri MOCAF.
Dukungan pemerintah sangat diperlukan khususnya membendung kemungkinan
munculnya negara-negara produsen MOCAF yang akan menjadi pesaing bagi produsen MOCAF
nasional. Negara-negara yang berpeluang menjadi pesaing
antara lain Thailand, Filipina, Malaysia, dan negara lain
penghasil singkong. Pembatasan terigu impor, akan dapat membantu meningkatkan
harga MOCAF, sehingga menjadi daya tarik bisnis MOCAF di dalam negeri. Kunci
keberhasilan dalam menghadapi persaingan MOCAF adalah dengan meningkatkan
produksi bahan baku singkong dengan kualitas yang baik, dan harga murah.Selain
itu, pentingnya pemanfaatan limbah kulit singkong dan limbah cair menjadi
produk sampingan yang bernilai ekonomis.
Pendekatan
Klaster Agro-industri
Dengan adanya permasalahan yang dihadapi industri
MOCAF, maka ke depan, pengembangan MOCAF harus dilakukan
dengan pendekatan klaster agro industri. Di hulu, petani singkong
diperkuat dengan bantuan bibit baru varietas unggul, pola tanam, cara panen, dan kepastian pasar. Areal lahan harus disesuaikan
dengan kapasitas pengolahan, yang ”diturunkan” dari permintaan pasar.
Di rantai berikutnya, ditumbuhkan klaster produsen chip MOCAF oleh kelompok tani. Mereka bertugas untuk mengupas, merajang, melakukan proses fermentasi, dan
menjemur sehingga menghasilkan chip
MOCAF dengan kualitas standar. Sebagai contoh, setiap produsen chip (bahan baku tepung), memiliki 15 anggota.
Ke-15 orang tersebut terbagi dalam beberapa divisi kerja, seperti penimbangan,
pengupasan, pemotongan, perendaman, dan pengeringan. Setiap kelompok diharapkan
mampu memproduksi 2 ton chip/ minggu. Untuk
mencapai target itu dibutuhkan singkong sekitar 7 ton/minggu,
dengan asumsi dari setiap ton singkong basah dapat dihasilkan 300 kg chip (rendemen 30%). Namun rendemen
30% chip dari singkong basah ini juga
sangat tergantung jenis dan mutu singkong. Agar mendapatkan hasil yang optimal,
setiap singkong yang datang harus segera diolah. Kesegaran singkong hanya
sekitar tiga hari setelah dipanen. Lebih dari tiga hari singkong akan
membusuk dan rendemen pun semakin berkurang.
Rantai selanjutnya adalah Koperasi, yang bertugas: (a) Memproses chip dari
kelompok tani menjadi MOCAF; (b) Memberi bantuan teknis kepada petani dan
kelompok tani dalam memproduksi singkong dan chip; (c) Memberi pinjaman untuk proses produksi singkong dan chip; (d) Menjadi quality control terhadap standar kualitas produksi chip; dan (e) Menangani pemasaran MOCAF.
Rantai berikutnya adalah Industri makanan dalam skala rumah tangga maupun
industri besar. Perlu sosialisasi agar tumbuh berbagai industri rumah tangga yang mengolah MOCAF menjadi
berbagai makanan. Dalam sosialisasi tersebut perlu ditonjolkan keunggulan MOCAF dengan
karakteristiknya sendiri (tidak harus inferior terhadap tepung terigu). Secara umum, ada 12 keunggulan MOCAF, yaitu: (1)
Serat tinggi, paling tinggi dibanding semua tepung; (2) Kandungan Kalsium lebih
tinggi dibanding Padi atau Gandum; (3) Oligasakarida penyebab flatulensi sudah
terhidrolis; (4) Daya kembang setara dengan Gandum Tipe Ii (kadar protein
menengah); (5) Daya cerna lebih tinggi dibanding Tapioka Gaplek; (6) Halal dan
sehat; (7) Bebas Glutein, sehingga bisa dikonsumsi oleh anak Autis, penderita
diabetes, gangguan pencernaan, dan alergi; (8) Kadar lemak rendah; (9) Mudah
dicerna karena hasil fermentasi; (10) Proses secara biologis alami, organik;
(11) Tanpa zat kimia, tanpa pengawet dan pewarna; (12) Mengandung skopoletin,
menghambat proliferasi sel kanker.
Secara keseluruhan, upaya pengembangan MOCAF ini diharapkan dapat memberikan
sejumlah manfaat: (a) Mendukung kedaulatan pangan nasional, khususnya
substitusi impor untuk terigu/gandum, yang terus meningkat dari-tahun-ke-tahun;
(b) Berkembangnya sentra industri untuk memproduksi MOCAF, yang akan memotivasi
petani memperluas penanaman ubi kayu; (c) Meningkatnya kesejahteraan petani
yang tergabung dalam sejumlah kelompok tani dan Koperasi.
Artikel ini dimuat
Majalah KARSA, Vol. 4, Juli-Agustus 2015, halaman 19-21.
Nama saya sukani, saya memproduksi tepung mocaf ,saya butuh untuk memasarkannya ,siapa saja yang minat/kerjasamanya
BalasHapusHub:085798579777
Email:uzeeuzenk@gmail.com
Nama saya sukani, saya memproduksi tepung mocaf ,saya butuh untuk memasarkannya ,siapa saja yang minat/kerjasamanya
BalasHapusHub:085798579777
Email:uzeeuzenk@gmail.com