Minggu, 16 Oktober 2016

JAMBI dan Batanghari

Tak jauh dari pusat kota Jambi, melintas Sungai Batanghari. Di malam hari, Batanghari penuh pesona warna-warni. Dipandang dari Jembatan Gentala Arasy, di sebelah kiri terpampang tulisan Jambi Kota Seberang, dan di sebelah kanan ada tulisan Gentala Arasy. Baik ke kanan maupun ke kiri, kita akan disuguhi pemandangan yang indah.

Batanghari adalah sungai yang spesial, karena merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera, yang punya nilai sejarah tinggi, sebagai sentral perdagangan bagi Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Dharmasraya. Mata air sungai ini berasal dari Gunung Rasan, dan yang menjadi hulu dari sungai ini adalah Danau Di Atas (Sumatera Barat), yang setelah menempuh perjalanan jauh bermuara di Laut Cina Selatan.



Jambi Kota Seberang adalah wajah Kota Jambi sebenarnya, tempat warga asli melayu jambi tinggal beserta adat istiadatnya, serta tempat peninggalan benda bersejarah yang masih bertahan dan terjaga dari gerusan zaman.

Sejak tahun lalu di sini diresmikan jembatan pedestrian tempat orang berlalu-lalang, tanpa gangguan roda dua atau empat. Jembatan sepanjang 503m ini menghubungkan Kota Jambi dengan Kampung Seberang, yang dulu harus menyebrang dengan getek (perahu) atau kendaraan darat tapi harus melingkar jauh ke barat dulu, sebelum berputar ke arah jembatan. 

Di ujung seberang jembatan pedestrian, ada jam gadang Jambi atau dikenal dengan menara Gentala Arasy. Di dalam Menara Gentala Arasy itulah terdapat museum mini tentang Islam dan melayu Jambi. Inilah salah satu ikon wisata baru yang menarik di Kota Jambi. Menara ini menggambarkan sejarah penyebaran Agama Islam di Kota Jambi. Bentuknya menyerupai bangunan masjid yang dilengkapi dengan menara. 



Menara ini dimanfaatkan sebagai museum islami. Di museum ini, kita dapat melihat berbagai macam bukti dan sejarah perkembangan Islam di Kota Jambi. Di antaranya ada mushaf Al-Qur’an terbesar di Sumatera berukuran 1,25m x 1,80m. Ada juga Al-Qur’an peninggalan abad ke-19 yang terbuat dari kertas Eropa, tinta Cina merah dan hitam yang tidak memiliki sampul. Selain itu ada Kitab Ilmu Albayan, Kitab Fiqih, dan Tafsir Al-Quran (302 halaman) yang ditulis abad ke-16 dalam bahasa Arab, tinta Cina dan kertas Eropa.

Masih di bagian dalam bangunan, ada ruangan teater yang menayangkan film perkembangan Islam di Jambi dan beberapa cerita rakyat; -- saat saya berkunjung sedang ditayangkan “Rumah untuk Nyai” (Nyai dalam bahasa Jambi berarti Nenek). Kisah sedih tentang kemiskinan penduduk, yang dikemas dengan penuh canda.


Di luar keindahan sekitar jembatan, ada juga Danau Sipin dan tempat yang monumental, seperti Mesjid Seribu Tiang, dan patung Pahlawan Sultan Thaha di pelataran gubernuran.



 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar