PEDULI ANDIL KOPERASI
Oleh Tika Noorjaya
Benarkah
kita peduli koperasi?
Secara
emosional saya ingin menjawab “ya”. Tetapi, secara faktual rasanya masih banyak
hal yang menjadi pertanyaan. Misalnya, ... pernahkah ada pencatatan yang rapi,
semacam statistik yang siap-saji, ketika ditanyakan berapa persen andil (terkini)
koperasi dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ?
Catatan
yang pernah ditemukan adalah perkiraan Prof Mubyarto (1979), yang menyatakan
bahwa andil koperasi di Indonesia diperkirakan baru sekitar 2% dari PDB. Ada
pula perkiraan belakangan ini, bahwa sumbangan koperasi terhadap PDB sekitar 5%
(?). Kalaupun perkiraan terakhir itu benar, prestasi itu rasanya belum
sebanding dengan kesepakatan kita untuk menjadikan koperasi sebagai soko-guru
perekonomian nasional.
Ketiadaan
data, dan masih belum "jelasnya" perkiraan-perkiraan yang muncul,
kiranya mengisyaratkan tentang perlunya statistik tersendiri yang memisahkan
sumbangan koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara, sehingga tidak lagi
"meraba-raba".
Kondisi
demikian kiranya bukan tanpa sebab. Kalau kita napak-tilas kebijakan
negara terhadap pembangunan koperasi rasanya tak segemebyar retorikanya, yang
bahkan terpatri dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pertama, ketidakpedulian
sudah tampak tatkala terjadi nasionalisasi perusahaan Belanda tahun 1957, yang diformalkan
dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 23/1958 tentang nasionalisasi perusahaan Belanda
menjadi milik pemerintah RI. Sejak 1957 hingga 1960, sekitar 700-an perusahaan
Belanda di Indonesia berhasil dinasionalisasi. Jumlah itu mencakup 70%
perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia zaman itu. Menurut Prof. Dr. R. Z.
Leirissa, sejak terjadi gelombang nasionalisasi, kepemilikan 90% produksi
perkebunan beralih ke tangan pemerintah. Demikian juga halnya dengan 60% nilai
perdagangan luar negeri dan sekitar 246 pabrik, perusahaan pertambangan,
bank-bank, perkapalan dan sektor jasa. Pertanyaannya, dari begitu banyak
perusahaan Belanda yang dinasionalisasi, adakah yang dialokasikan untuk
koperasi?
Kedua, tatkala
terjadi peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru. Seberapa besar koperasi
dilibatkan untuk bermitra dalam kegiatan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman
dalam negeri (PMDN). Padahal, Undang-undang Koperasi Nomor 12 lahir pada tahun
1967, hampir bersamaan dengan terbitnya Undang-undang PMA dan PMDN.
Ketiga, hal yang
sama berulang tatkala krisis ekonomi melanda negeri ini. Sejak pembentukan BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) melalui Keputusan Presiden 27/1998, lembaga
ini telah menjual murah sejumlah aset negara, yang nilainya ratusan triliun.
Ketika BPPN dibubarkan, uang negara yang telah dikucurkan kepada perbankan senilai
Rp 699,9 triliun menyusut menjadi Rp 449,03 triliun, karena sebagian asset
merupakan aset busuk yang nilainya digelembungkan para debitur. Pertanyaan yang
sama, berapa dari aset murah tersebut yang jatuh ke “tangan” Koperasi?
Dari ketiga
contoh tersebut, agaknya selama ini kita terlalu terbuai dengan retorika,
puja-puji dan sanjungan tentang peranan koperasi dalam bernegara, tetapi tak
terdukung dalam wujud konkretnya berupa keberpihakan atau kepedulian Pemerintah
untuk membangun dan membesarkannya. Atau, kalaupun sudah dilakukan berbagai
upaya, hasilnya belum tergambar dalam wujud andilnya terhadap PDB.
Karena itu, ke
depan barangkali kita harus mulai memikirkan-ulang keberpihakan pemilik negeri
ini terhadap koperasi. Sebuah kilas balik perlu ditelusuri. Barangkali ada
baiknya kalau para petinggi negeri bergandengan tangan dengan
penggerak koperasi, membahasnya secara intens dalam sebuah perhelatan besar nasional. Selama
ini, gelora dan wacana koperasi hanya muncul ketika upacara seremonial menyambut dan merayakan
Hari Koperasi setiap 12 Juli.
Padahal, ada
perhelatan lain yang sudah lama tak diselenggarakan, yakni Kongres Koperasi.
Sejak negeri ini berdiri, baru dilaksanakan dua kali Kongres Koperasi, yakni 12
juli 1947 di Tasikmalaya dan 17 Juli 1953 di Bandung. Setelah itu, lupa.
Semoga
kerisauan atas peranan koperasi ini dapat terjawab dalam Kongres Koperasi
Ketiga, yang entah kapan, dan mau diselenggarakan di mana.
Dalam
perhelatan tersebut, barangkali bisa kita petakan pangsa koperasi dalam PDB
hingga 17% (angka keramat) pada saat negeri ini berusia 100 tahun. Kalau itu
terjadi, rasanya kita boleh berbangga diri kalau diingat bahwa Swedia yang dikenal
sebagai "top"nya koperasi saja butuh 80
tahun untuk memberikan sumbangan 17% terhadap PDB yang bersumber dari koperasi.
Artikel ini dimuat Majalah Mikropreneur Edisi
Khusus, September 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar