BOROBUDUR, 1994-2016
Borobudur,
jelaslah merupakan kebanggaan bangsa Indonesia. Sudah sejak sekolah dasar, saya
mendapatkan pengetahuan tentang keberadaan candi ini yang disebut-sebut sebagai
salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Borobudur, dimuat dalam pelajaran
Sejarah, atau lebih luas disebut Ilmu Pengetahuan Umum, ketika itu.
Alhamdulillah,
dua kali saya berkunjung ke candi ini. Pertama, tahun 1994, merupakan bagian
dari perjalanan liburan dalam rangka Idul Fitri, menempuh perjlanan dari Malang
pulang kampung ke Pangalengan, Bandung Selatan. Saat itu, kemegahan Borobudur
sudah tampak, tapi pengelolaannya masih amat sederhana. Meskipun demikian,
sudah tampak pula bahwa candi agung ini dapat menebarkan kemaslahatan bagi
penduduk sekitar yang berdagang cindra mata, makanan, minuman, bahkan foto
langsung jadi, sekaligus menawarkan sebagai pemandu wisata. Lokasi parkir dan
pasar cindra mata amatlah dekat dengan lokasi candi, dapat dijangkau dengan
jalan kaki begitu saja. Saat itu kebetulan keluarga saya bertemu dengan teman
lama suami-istri Iyus Yusuf dan Lia, beserta keluarganya.
Kini, 22
tahun kemudian, rupanya Borobudur sudah banyak berubah, terutama di bagian luar
dengan cara pengelolaan yang profesional pula, ... dan karenanya pengunjung
harus merogoh kantong lebih dalam. Perjalanan pun menjadi lebih jauh dari pintu
gerbang pembelian karcis hingga ke lokasi candi, sehingga disediakan andong
bermesin dengan beberapa gerbong penumpang. Demikian pula, para penjaja jasa,
penjual makanan dan cindra mata, kini sudah dilokalisasi dengan tertib, yang dapat
dipastikan harus dilewati pengunjung karena jalurnya memang sudah diatur
sedemikian. Yang mengherankan, harga-harga barang yang dijajakan sepertinya
semakin murah menjelang keluar areal pasar. Jelasnya, begitu mau pulang, kita harus
pandai-pandai menawar belanjaan, atau tunggulah belanja hingga menjelang keluar
dari areal pasar. Secara umum, barang-barang yang ditawarkan tersebut relatif
murah. Selain itu juga disediakan tontonan visualisasi Borobudur di Gedung
Informasi; -- sayangnya pada waktu saya berkunjung tak sempat menikmati sajian
tersebut.
Dengan
perjalanan wisata di hari kerja, suasana jalan tidak terlalu ramai, sehingga saya
dapat menjangkau Borobudur tak sampai sejam dari pusat kota Yogyakarta, dengan
menggunakan kendaraan roda empat. Sayang sekali, dengan waktu yang sempit,
serta terhalang cuaca mendung dan hujan, maka perjalanan seharian itu hanya
bisa mengunjungi Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Prambanan. Keinginan
untuk berkunjung ke Candi Ratu Boko, tampaknya harus diendapkan sebagai “hanca”
untuk perjalanan kemudian.
Suatu hal
yang merupakan pengetahuan “baru” bagi saya, adalah penjelasan dari petugas
Museum, bahwa konstruksi Candi Borobudur ternyata dibentuk dengan menggunakan “kunci”
yang berbeda untuk setiap tingkatan. Masih-masing bagian konstruksi tidak
direkat dengan semen misalnya, melainkan “kunci” tersebut. Bentuk dan model
“kunci” tersebut macam-macam. Sebagai contoh, ditunjukkan pada saya, bahwa
untuk bisa membuka bagian bawah candi, terlebih dahulu harus membuka bagian
yang lebih atas, karena sang “kunci” terdapat di bagian itu (di bagian atas);
... demikian seterusnya. Teknologi yang luar biasa untuk ukuran masa itu.
Candi
Borobudur berada di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, sekitar 15 km arah
selatan kota Magelang. Candi ini berada di dataran berbukit yang hampir
seluruhnya dikelilingi oleh gunung. Di baratnya ada Gunung Merbabu, sedangkan Gunung
Merapi itu letaknya tepat di selatannya persis Gunung Merbabu. Tepat di Selatan agak ke Barat sedikit ada
komplek pegunungan Menoreh dengan salah satu puncak tertingginya adalah
Suroloyo. Juga sama halnya dengan Sumbing dan
Sindoro, rupanya gunung serupa namun tak sama ini letaknya berjejer.
kalau kita lewat arah Temanggung ke Wonosobo maka kita akan disuguhi
pemandangan di kanan dan kiri jalan masing-masing berupa gunung, dan
itulah Si Ndoro dan Mas Sumbing. dan letak jalur tersebut adalah di
utara arah Barat Candi Borobudur.
Sir Thomas
Stamford Rafless adalah orang pertama yang menemukan puing-puing bebatuan tua
dalam jumlah banyak di sekitar wilayah Magelang. Gubernur Jendral Inggris inilah
yang memimpin Indonesia pada masa peralihan penjajahan dari Belanda ke Inggris
tahun 1811-1816. Dialah orang pertama yang menguak asal-usul Candi Borobudur
yang awalnya tertimbun tanah.
Rafless
kemudian memerintahkan anak buahnya untuk meneruskan pekerjaannya, tetapi
karena kesibukan perang maka pekerjaan ini akhirnya terbengkalai. Pada tahun
1835, proses pengangkatan Candi dilanjutkan oleh Hartman, Gubernur Jendral
Belanda. Ia mengerahkan banyak pekerja untuk membongkar dan menghilangkan semua
penghalang yang menutupi tumpukan bebatuan di sana. Ia mengusahakan pembersihan
menyeluruh dari puing-puing yang mengotori candi. Namun demikian, saat itu Candi
Borobudur belumlah berbentuk sempurna. Banyak bagian yang gompel, hilang, dan
rusak karena ditelan zaman.
Pada tahun
1907-1911, di bawah pimpinan Van Erf, Belanda mulai melakukan pemugaran yang
memang belum sempurna. Pemugaran dilakukan dengan teknologi konvensional,
sehingga reliefnya belum terbentuk seperti aslinya. Pemugaran Candi Borobudur
ini hanya sebatas menghindari kerusakan-kerusakan lebih lanjut dengan
memindahkan batuan-batuan yang rentan runtuh. Dia berjasa bagi bangsa Indonesia
karena menyelamatkan peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia dari kerusakan
yang lebih parah.
Dalam
suasana negara yang diliputi dengan peperangan dan perjuangan kemerdekaan, tak banyak upaya pemugaran yang berarti. Seiring
berjalannya waktu, saat kondisi negara mulai membaik, pada 10 Agustus 1973 dilakukan
pemugaran di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Pemugaran dipimpin oleh Dr.
Soekmono dibantu oleh sekitar 600 pekerja muda lulusan SMA dan STM bangunan
yang sebelumnya sudah diberikan pendidikan dan keterampilan khusus tentang
bidang Chemika Arkeologi (CA) dan Teknologi Arkeologi (TA). Mereka asli putra-putri
Indonesiai, tak satu pun tenaga ahli dari luar negeri. Pemugaran diselesaikan
pada 23 Februari 1983.
Saat Ini
Candi Borobudur setiap tahunnya dikunjungi oleh lebih dari empat juta wisatawan
baik lokal maupun mancanegara.
Borobudur jelaslah
aset bangsa yang membuat bangga.
Bogor, 5
Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar