Kenangan Masa Kuliah di IPB (3):
Pertanyaan di atas senantiasa muncul setiap kali
saya mau berangkat ke kampus. Alasan
utama tentu saja optimalisasi sumber daya finansial yang terbatas.
Alasan kedua, rumah saya di Jl. Juanda, di
belakang Kantor PMI, atau di antara Kantor Pos dan Gedung Herbarium
Bogoriensis, yang kini menjadi MUNASAIN. Jaraknya sekitar 1,8-1,9 km dari
Kampus Baranangsiang.
____
Kalau saya memutuskan untuk naik bemo, maka saya
harus naik dua kali untuk tiba di Kampus Baranangsiang, atau sekali-sekali di
Kampus Gunung Gede.
Waktu itu di Bogor masih banyak bemo. Kendaraan
buatan Jepang ini menjadi penghias kesepian kota Bogor yang kerap kali diguyur
hujan; namanya juga Kota Hujan. Waktu itu rute kendaraan (termasuk bemo) masih
dua arah.
Dengan suaranya yang agak memekakkan telinga,
bemo menjadi ciri khas Kota Bogor. Bentuknya yang lucu dan penumpangnya yang
harus adu dengkul, menjadi pilihan sebagai alat transportasi yang terjangkau
oleh masyarakat, termasuk saya. Bemolah yang menjadi dewa penolong untuk
mengantar ke kampus pergi-pulang.
Dari Jl. Juanda saya mencegat bemo yang menuju
ke stanplat bemo di bawah Pasar Bogor, lalu disambung dengan bemo yang rutenya
menuju Jl. Rumah Sakit II, atau sampai Kampus Gununggede. Ongkosnya sama saja,
yaitu Rp30/orang, sehingga untuk pergi pulang saya harus ke luar uang Rp120,
jumlah yang lumayan besar waktu itu. SPP saja cuma Rp12.000 per semester.
Karena itu, saya akali agar naik bemo cukup dua
kali sehari, sisanya untuk jajan di Mahatani atau di kantin DM-IPB.
Yang dua kalinya bagaimana? Jalan kaki. Beruntung, saya bukan satu-satunya mahasiswa pejalan kaki yang harus mengirit ongkos, karena dalam perjalanan ke kampus, biasanya bertemu dengan teman-teman mahasiswa IPB, baik seangkatan maupun angkatan lain. Ha ha ha.
Nah kalau kebetulan jalan kaki, ada kenangan khusus terkait kelelawar, yaitu bau busuk kotoran kelelawar yang tercecer di trotoar di seberang Asrama Wisma Raya IPB, atau seberang Hotel Royal sekarang. Karena jumlah kelelawarnya amat banyak, maka kotorannya cukup banyak dan mengganggu.
Karena saya tinggal di sekitar situ, saya tahu bahwa kelelawar yang jumlahnya banyak itu mengeluarkan suara yang berisik. Mereka mulai muncul sore hari. Sering kali menjadi tontonan pejalan kaki yang kebetulan lewat di situ. Pagi hingga siang hari mereka bergelantungan di dahan-dahan di sekitar itu juga. Malam hari banyak di antaranya yang terbang ke pemukiman sekitar Jl. Juanda.
Lagu "Kelelawar" ciptaan Tonny Koeswoyo (Koes Plus), yang populer tahun 1970an, boleh jadi terinspirasi dari sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar