Sabtu, 30 Januari 2016

KHO PING HOO: Suling Emas dan Naga Siluman




“Daun-daun pohon yang lebat seperti baru bangkit dari tidur, nyenyak dibuai kegelapan malam tadi, nampak segar bermandikan embun yang membentuk mutiara-mutiara indah di setiap ujung daun dan rumput hijau. Cahaya matahari menciptakan jalan emas memanjang di atas air Sungai Yalu Cangpo yang mengalir tenang, seolah-olah masih malas dan kedinginan.

Sukarlah menggambarkan keindahan alam di Pegunungan Himalaya ini di pagi hari itu. Pagi yang cerah dan amat indah. Kata-kata tidak ada artinya lagi untuk menggambarkan keindahan. Kata-kata adalah kosong, penggambaran yang mati, sedangkan kenyataan adalah hidup, seperti hidupnya setiap helai daun di antara jutaan daun yang bergerak lembut dihembus angin pagi.”

Itulah penggalan kalimat pembuka buku Asmaraman S. Kho Ping Hoo dalam seri Suling Emas dan Naga Siluman (CV Gema, Surakarta, Cetakan VI, 2002). Sungguh suatu pengantar yang nikmat untuk memulai membaca sebuah cerita silat, yang selengkapnya terdiri dari 51 jilid yang rata-rata mencapai 64 halaman setiap jilidnya. Dengan format buku saku yang relatif kecil (13,5 x 10 cm2), maka buku ini bisa dibawa ke mana saja.

Menurut catatan pengamat, selama 30 tahun Kho Ping Hoo telah menulis lebih dari 120 judul cerita silat bersambung semacam ini. Lupa, berapa banyak cerita yang pernah saya baca, tapi Bukek Siansu, Istana Pulau Es, Pendekar Bongkok, Pendekar Super Sakti, Kisah Para Pendekar Pulau Es,  Si Tangan Sakti, ... adalah contoh-contoh judul yang pernah menemani saya mengisi waktu luang, khususnya di bulan puasa.

Mengagumkan. Padahal, Kho Ping Hoo, konon, tidak memiliki akses ke sumber-sumber sejarah negeri Tiongkok berbahasa Cina, sehingga banyak fakta historis dan geografis Tiongkok dalam ceritanya yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Walaupun demikian, Cerita Silat ala Kho Ping Hoo sungguh berkesan. Karyanya yang penuh fantasi membangkitkan rasa ingin keingintahuan untuk menuntaskan jalan ceritanya. Padahal, di akhir cerita, biasanya Kho Ping Hoo akan membuat narasi yang mengundang kepenasaran semacam ini: “Bagaimana perjalanan Cin Liong selanjutnya akan diceritakan oleh pengarang dalam cerita lain. ... Cerita tentang para pendekar Pulau Es akan disusun dalam kesempatan mendatang”.  Ya, ... begitulah selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar