Polemik
tentang kelahiran Bung Karno (BK) belakangan ini, menggelitik saya
untuk membuka buku-buku tentang Bung Besar. Saya kira, buku-buku yang
menulis tentang BK sekarang ini sudah lebih dari 100 buah, dan mungkin
akan terus bertambah. Betapa tidak. Sampai tahun 1988, Buku “Bung Karno:
Sebuah Bibliografi” (Yayasan Idayu, 1988) telah mencatat ada 98 buku
tentang BK, tidak termasuk tulisan, amanat dan pidato BK sendiri.
Dari 29 buku yang ada di perpustakaan pribadi saya yang amat sangat
tidak lengkap, ternyata ada dua buah buku yang dengan tegas menyatakan
bahwa BK lahir di Surabaya, yakni karya Eddy Soetrino (“Bung Karno
Dipanggang Api Semangatmu”, 2002, halaman 1) dan karya Jonar Situmorang
(“Bung Karno: Biografi Putra Sang Fajar”, 2015, halaman 36). Buku “Bung
Karno Masa Muda” (S. Saiful Rahim, 1978, halaman 18-19) secara implisit
ingin mengesankan bahwa BK terlahir di Blitar. Yang mengherankan adalah
buku monumental karya Cindy Adams (“Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat
Indonesia”, 1966), ternyata ulasannya mendua: Di halaman 24 dikesankan
bahwa BK lahir di Blitar, tetapi di halaman 29 justru menegaskan kalau
BK lahir di Surabaya. Baru belakangan saya tahu, bahwa ketika buku Cindy
Adams terbit (1965) ternyata di negeri Belanda pun terjadi polemik yang
luar biasa, termasuk soal kelahiran BK.
Seperti pelajaran
Sejarah yang saya dapat di sekolah, seingat saya BK memang lahir di
Blitar. Belakangan “pengetahuan” ini terkonfirmasi ketika meninggal
ternyata BK dimakamkan di Blitar, -- suatu hal yang amat lazim bagi
kebanyakan penghuni negeri ini, bahwa kalau meninggal biasanya orang
dimakamkan di tempat kelahirannya; sekalipun BK sendiri berharap
jasadnya dimakamkan di bumi Priangan.
Hal yang juga menarik
untuk ditelusuri adalah tentang tokoh pewayangan bernama Karna, yang
kemudian menjadi cikal bakal penggantian nama BK dari Kusno kecil
menjadi Karno (hal ini terkonfirmasi dalam banyak buku tentang BK).
Seperti kita ketahui, dalam cerita pewayangan, tokoh Karna memiliki
kisahnya sendiri, yang asal-usulnya baru ketahuan belakangan. Apakah
masa lalu BK juga seperti riwayat tokoh Adipati Karna ini ?
Karena itu, diambil hikmahnya saja, .. melalui polemik belakangan ini
kiranya sudah saatnya untuk dilakukan pelurusan sejarah, karena fakta
itu menyangkut founding father negeri ini. Saya sendiri, menganggap BK
sebagai orang Indonesia saja, karena beliau adalah pemersatu negeri
Nusantara yang kini bernama Indonesia.
Dalam Majalah Prisma Edisi Khusus Volume 32, 2013, Daniel Dhakidae sepintas memasalahkan terjemahan buku Cindy Adams karena sang penerjemah mengurangi terjemahan di satu sisi, sebaliknya menambahkan catatan di bagian lain. Sayangnya, kajian buku ini tak sampai ke soal tempat kelahiran BK.
Dalam Majalah Prisma Edisi Khusus Volume 32, 2013, Daniel Dhakidae sepintas memasalahkan terjemahan buku Cindy Adams karena sang penerjemah mengurangi terjemahan di satu sisi, sebaliknya menambahkan catatan di bagian lain. Sayangnya, kajian buku ini tak sampai ke soal tempat kelahiran BK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar