Sabtu, 22 Agustus 2015

AMBON Manise: Pattimura dan Martha Tiahahu



Ambon Manise (3): Pattimura dan Martha  Tiahahu

Selain wisata alam, Ambon juga memiliki wisata sejarah kepahlawanan, seperti patung Pahlawan Kapitan Pattimura dan Patung Pahlawan Martha Christina Tiahahu.



Kapitan Pattimura lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 dan meninggal di Ambon, Maluku, pada 16 Desember 1817 (umur 34 tahun).  Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC, ia adalah mantan sersan Militer Inggris. Pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkat Pattimura sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sifat kesatria (kabaressi). Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Tercatat beberapa pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda, seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.

Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada 16 Desember 1817 di kota Ambon. Dalam catatan M. Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, dinyatakan bahwa Pattimura sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal dengan nama Thomas Mattulessy.

Sedikitnya terdapat dua tempat yang mengabadikan Pattimura dalam bentuk patung, yakni di Lapangan Merdeka Alun-Alun Ambon (berdekatan dengan "Gong Perdamaian") dan di depan Museum Siwalima, Batucapeu.



Martha Christina Tiahahu (lahir 4 Januari 1800), adalah seorang remaja puteri yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara Belanda dalam perang Pattimura 1817. Dengan rambutnya yang panjang terurai serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran di Pulau Nusalaut dan di Pulau Saparua. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran.  Ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu (pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817), divonis hukum mati tembak.

Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang 2 Januari 1818. Patungnya menghadap ke Laut Banda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar