Ambon Manise (3): Pattimura dan Martha Tiahahu
Selain wisata alam, Ambon juga memiliki wisata sejarah
kepahlawanan, seperti patung Pahlawan Kapitan Pattimura dan Patung Pahlawan
Martha Christina Tiahahu.
Kapitan Pattimura lahir di Hualoy, Seram Selatan,
Maluku, 8 Juni 1783 dan meninggal di Ambon, Maluku, pada 16 Desember 1817 (umur
34 tahun). Sebelum melakukan perlawanan
terhadap VOC, ia adalah mantan sersan Militer Inggris. Pada waktu pecah perang
melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua
Adat dan rakyat mengangkat Pattimura sebagai pemimpin dan panglima perang
karena berpengalaman dan memiliki sifat-sifat kesatria (kabaressi). Dalam
perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan
Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Tercatat beberapa
pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda, seperti perebutan benteng
Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw-
Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya
dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh
Belanda.
Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan
mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada 16 Desember 1817 di kota
Ambon. Dalam catatan M. Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku
tentang Pattimura, dinyatakan bahwa Pattimura sebenarnya bernama Ahmad Lussy,
tetapi dia lebih dikenal dengan nama Thomas Mattulessy.
Sedikitnya terdapat dua tempat yang mengabadikan
Pattimura dalam bentuk patung, yakni di Lapangan Merdeka Alun-Alun Ambon
(berdekatan dengan "Gong Perdamaian") dan di depan Museum Siwalima,
Batucapeu.
Martha Christina Tiahahu (lahir 4 Januari 1800),
adalah seorang remaja puteri yang langsung terjun dalam medan pertempuran
melawan tentara Belanda dalam perang Pattimura 1817. Dengan rambutnya yang
panjang terurai serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia mendampingi
ayahnya dalam setiap pertempuran di Pulau Nusalaut dan di Pulau Saparua. Ia
bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita
agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran. Ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu (pembantu
Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817), divonis hukum mati tembak.
Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya
dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di
hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang
Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan
militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang 2 Januari 1818. Patungnya
menghadap ke Laut Banda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar