Jumat, 21 Agustus 2015

BENGKULU: Empat Saksi Sejarah



BENGKULU, sedikitnya menyimpan empat tempat dalam lintasan sejarah Indonesia: (1) Fort Marlborough, (2) Rumah kediaman Bung Karno, (3) Rumah kediaman Ibu Fatmawati, dan (4) Makam Sentot Alibasyah.




Fort Marlborough adalah benteng peninggalan Inggris di kota Bengkulu, yang didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1713-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Konon, benteng ini merupakan benteng terkuat Inggris di wilayah Timur. Benteng ini didirikan di atas bukit buatan, menghadap ke arah kota Bengkulu dan memunggungi samudera Hindia. 

Meskipun sempat dipugar, sebagian besar bangunan maupun barang-barang yang tersimpan di dalamnya masih terpelihara dengan baik. Pintu gerbang, Genteng dan bata merah, meriam, barak militer, … bahkan tempat interogasi Bung Karno masih terawat.


Di kota inilah Bung Karno pernah diasingkan pada tahun 1938-1942. Di sini pula Bung Karno bertemu dengan Ibu Fatmawati. Konon, rumah ini dihadiahkan dari seorang muslim Tionghoa kepada Bung Karno, yang bisa dilihat dari ornamen ukiran pintu dan kusen rumah yang berbentuk ukiran khas Tionghoa. Di rumah ini, kita masih bisa melihat beberapa barang pribadi Bung Karno seperti sepeda, koleksi buku, dan tempat tidur. Di sini juga kita bisa melihat beberapa foto kegiatan Bung Karno selama di Bengkulu yang masih cukup terawat.



Rumah kediaman Ibu Fatmawati di Bengkulu. Tampak mesin jahit yang digunakan Ibu Fatmawati menjahit Sang Saka Merah Putih, yang pertama kali dikibarkan pada Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. 


Makam Sentot Alibasyah terletak di pemakaman umum Desa Bajak Kecamatan Teluk Segara, Bengkulu. Makam ini dikelilingi pagar tembok dan berpintu besi. Gapura pintu gerbang berbentuk kerucut, di dalamnya terdapat cungkup dan di atas makam dihiasi pilar seperti pintu gerbang. Paska perang Diponegoro, Sentot dan pengikutnya dimanfaatkan Belanda untuk memerangi Kaum Paderi. Namun, karena dicurigai memiliki rasa keberpihakan pada Kaum Paderi, maka tahun 1833 Sentot ditangkap dan diasingkan Belanda ke Bengkulu hingga wafat pada tahun 1855. Sebelum diasingkan ke Bengkulu, Sentot Alibasyah adalah Panglima Perang Pangeran Diponegoro (1825-1830).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar