Judul :
Dasar-dasar Ilmu Sosial untuk Public Relations
Penulis :
Djamaludin Ancok, et al.
Penerbit
: PT Bina Rena Pariwara, Jakarta, Mei 1992.
Tebal :
268 halaman.
"PR” SEBUAH PELUANG BARU
Oleh Tika Noorjaya
Buku ini semula
berjudul Panduan Materi Penunjang
Penyuluhan Perpajakan, yang, tentu saja, hanya beredar terbatas di kalangan
Direktorat Jenderal Pajak. Namun, seperti dapat kita lihat dari isinya,
sebagian besar materi buku ini merupakan ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan public relations. Karena itu, materi
buku ini akan berguna tidak hanya di
kalangan Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga
setiap orang yang ingin "... menguasai dan mampu menyusun suatu
program pelatihan, menguasai teknik-teknik presentasi, evaluasi hasil pelatihan
serta menguasai dasar-dasar psikologi sosial, psikologi belajar, komunikasi dan
pemanfaatan media massa ...", seperti dikemukakan Kepala Pusat Penyuluhan Perpajakan
dalam Kata Pengantar (hal. 7).
Dengan materi seperti itu, kiranya tidak mengada-ada
kalau buku ini kemudian dipasarkan untuk
khalayak yang lebih luas dengan berganti judul menjadi Dasar-dasar Ilmu Sosial untuk PublicRelations (DISPR).
Digarap oleh para
ahli ilmu komunikasi, psikologi dan wartawan
senior, serta dibahas oleh sejumlah pakar yang ikut membidani
kelahirannya, DISPR memang tidak menyajikan pembahasan yang mendalam tentang public relations (PR), melainkan sebuah pengantar untuk memasuki
dunia PR yang tidak saja mensyaratkan bakat tapi juga bisa
"dipelajari".
Masih Baru
Di Indonesia,
padanan untuk public relations adalah
hubungan masyarakat ("humas"), sekalipun padanan ini mengundang
keberatan banyak orang, karena cenderung berkonotasi dengan pemerintahan resmi.
Atau, bahkan orang menilai bahwa akronim "humas" hanya menyangkut
sebagian kecil saja dari pengertian public
relations.
Belum ditemukannya
padanan yang tepat untuk istilah public relations
(PR), kiranya juga berkaitan dengan perkembangan dan usia ilmu ini di
Indonesia, yang relatif masih baru, yaitu sekitar tahun 1970-an. Karena itu,
tidak mengherankan kalau beberapa waktu berselang, di Indonesia, hanya
eksekutif tertentu saja yang memahami arti penting profesi ini.
Di Amerika Serikat
saja, seperti kata Robert J. Wood dan Max Gunther, sebelum meledaknya profesi
ini sekitar akhir 1970-an, PR agaknya masih misterius bagi banyak orang --
termasuk bagi Chief Executive Officer (CEO) beberapa perusahaan dengan staf PR
yang banyak. Namun sekarang, eksekutif perusahaan agaknya lebih menyadari
pentingnya komunikasi yang efektif dengan publik yang bermacam-ragam. Sekarang
ini, perusahaan besar cenderung untuk mempekerjakan pegawai
PR dari perusahaan luar -- dan bukannya memelihara sekian banyak staf PR
di dalam perusahaannya sendiri.
Di Indonesia, belum
ada data resmi berapa banyak orang yang menekuni profesi ini, dan berapa banyak
orang yang mau menanamkan uangnya dalam perusahaan PR, meskipun beberapa perusahaan
tampaknya telah mulai mengemuka. Namun, dengan makin meningkatnya pemahaman
manajemen akan pentingnya PR, maka profesi ini dapat diandalkan sebagai ladang
kerja baru – yang kalau melihat perkembangannya di luar negeri, tak pelak lagi
akan menjanjikan pendapatan yang
menggiurkan.
Ladang Kerja
Orang-orang PR
adalah spesialis di bidang informasi yang
berusaha mencari ungkapan baik bagi kliennya, produk atau gagasan; serta memberikan konsultasi kepada kliennya
tentang bagaimana memelihara hubungan yang baik dengan publik.
Seperti dikatakan
Ross dan Kathryn Petras, ada lima tugas pokok PR -- yang sekaligus dapat
dijadikan ladang kerja. Pertama,
Hubungan Kekaryaan (Employee Relations):
orang PR bertugas membuat karyawan perusahaan klien menjadi senang dan betah
bekerja. Kedua, Hubungan
Kemasyarakatan (Community Relations):
agen PR melakukan kegiatan yang di dalamnya melibatkan orang-orang di luar
perusahaan, misalnya melalui kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kepentingan
publik.
Ketiga, Hubungan Kepelangganan (Customer Relations), yang betul-betul
merupakan tugas PR, dengan meneliti kecenderungan (trend) pelanggan. Dalam fungsi keempat, yakni Penjualan dan Pemasaran (Sales and Marketing), agen PR melakukan pemasaran
dengan cara mempublikasikan produk. Akhirnya, kelima, PR Keuangan (Financial
Public Relations), yang merupakan bagian terpenting dari tugas PR. PR Wall
Street, misalnya, bertugas menyusun laporan tahunan, triwulanan,
menyelenggarakan rapat umum pemegang saham dan sebagainya.
Kalau demikian
banyak yang bisa dilakukan, apa saja syarat-syarat untuk menjadi orang PR ?
Ternyata, berbeda-beda. Di Carl Byoir,
misalnya, anda tidak perlu memiliki latar belakang PR, asalkan anda
adalah tipe orang yang tepat. Sekalipun baru lulus dari sekolah, cerdas, bekerja cepat, bergairah
belajar, dan mempunyai ego untuk berpikir baik tentang dirinya. Persyaratan
lainnya, bisa bekerja tanpa disuruh-suruh, energetik, pemikir logis, dengan
kemampuan menulis yang prima.
Jadi, PR tidak
sekadar bicara. PR perlu kerja keras. Kegigihan
adalah kunci bagi seorang PR yang ingin berhasil. Kerja keras dan
kegigihan adalah contoh dari agen-agen PR yang berhasil, seperti ditunjukan
oleh Burson Marsteller, Carl Byoir, dan Hill & Konwlton.
Memahami Manusia
Dengan persyaratan
seperti di atas, tak pelak lagi, menjadi orang
PR perlu memahami manusia. Dan di sinilah arti penting buku ini.
Dalam pembahasan
mengenai Komunikasi (Bab II), ditunjukkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan komunikasi merupakan
kebutuhan hakiki bagi kehidupan manusia.
Komunikasi mempengaruhi seluruh hidup manusia, di mana kerangka acuan
untuk membentuk pendapat, menentukan sikap, dan memutuskan tindakan, sebagian
terbesar didapat dari informasi melalui komunikasi.
Petugas PR adalah
komunikator yang bertugas mengubah acuan dan sikap hidup masyarakat agar
menyadari isi pesan yang ingin disampaikannya. Ia harus menguasai teknik-teknik
komunikasi instruksional dan komunikasi persuasif. Ia juga perlu menguasai berbagai
pengetahuan yang mendukung, seperti pemahaman tentang proses pembentukan
pendapat, proses belajar, keterampilan menyampaikan presentasi, dan teknik
menumbuhkan motivasi.
Komunikasi massa
dapat dilakukan melalui media yang dikembangkan untuk maksud itu, yaitu media
komunikasi massa atau media massa. Untuk itu perlu diketahui tahap-tahap proses
komunikasi efektif, karakteristik masing-masing jenis media massa, dan pola
kerja media massa (Bab III).
Selain
berkomunikasi dengan massa, dan memanfaatkan media massa, petugas PR juga
melakukan hubungan pribadi atau hubungan interpersonal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan hubungan interpersonal antara lain adalah bagaimana
persepsi dilakukan dan kemampuan menampilkan diri supaya menarik. Selain itu,
harus dipegang prinsip saling memberi dan menerima (equity). Kemampuan berkomunikasi dan menyelesaikan konflik adalah perangkat
lain yang harus dikuasai agar hubungan interpersonal dapat berjalan dengan baik (Bab IV).
Untuk memahami
seluk beluk dan penyebab perilaku individu di dalam situasi sosial, Bab V secara khusus membahas
Psikologi Sosial. Perilaku dalam situasi sosial yang dikaji antara lain bagaimana
terjadinya rasa senang terhadap orang
lain; konflik, kompetisi, dan kerjasama antarindividu; perilaku
kekerasan; serta bagaimana individu mempengaruhi dan terpengaruh oleh orang
lain.
Belajar dan Mengajar
Mempelajari dan
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah hal yang
sangat penting bagi PR. Keberhasilan
menyampaikan informasi baru kepada hadirin, sangat ditentukan oleh
pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar (Bab VI).
Petugas PR sebagai
komunikator tidak terhindarkan untuk memberikan presentasi atau ceramah di
depan umum. Dalam hal ini, masalah yang seringkali dihadapi adalah kepercayaan
diri yang rendah atau berlebihan. Agar dapat membawakan presentasi secara baik,
haruslah dikuasai teknik-teknik komunikasi yang dapat mempengaruhi efektivitas
komunikasi. Sebelum membawakan presentasi, perlu diketahui karakteristik para
calon hadirin. Teknik presentasi ini secara luas dibahas dalam Bab VII, yang menyangkut
persiapan presentasi, penyusunan presentasi, serta penyampaian presentasi.
Bagaimanapun,
petugas PR suatu saat akan dihadapkan pada keperluan untuk menyelenggarakan
pelatihan, yang programnya harus ditata secara cermat, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, kegiatan pelatihan itu hanya
dapat berdaya guna dan berhasil guna, kalau dirancang dan dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Hal ini dibahas dalam Bab IX.
Pada setiap program
pelatihan, kegiatan evaluasi diperlukan untuk
mengetahui apakah tujuan pelatihan yaitu peningkatan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan sikap kerja (attitude)
tercapai. Evaluasi dapat dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pelatihan dilakukan.
Oleh karena itu kriteria evaluasi itu disusun dari penjabaran tujuan pelatihan
(Bab X).
Penutup
Kalau kita
merasakan kejanggalan karena dalam buku ini ada bab yang membicarakan
aspek-aspek yang terkait dengan perpajakan (Bab VII), kiranya hal itu bisa kita
maklumi dari latar belakang penyusunan buku ini yang semula dimaksudkan sebagai
penunjang penyuluhan perpajakan.
Akhirnya, karena
buku ini hanya merupakan "dasar-dasar", maka bagi mereka yang ingin lebih mendalami public relations, perlu mempelajari
buku-buku rujukan yang khusus mendalami masing-masing bidang. Daftar Bahan
Bacaan dalam buku ini sedikit-banyak ikut membantu menemukan beberapa buku
rujukan dimaksud. (TIKA NOORJAYA)
Resensi
Buku ini dimuat SUARA KARYA, 9 Oktober 1992.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar