Selasa, 28 April 2015

"PR" Sebuah Peluang Baru



Judul       : Dasar-dasar Ilmu Sosial untuk Public Relations

Penulis    : Djamaludin Ancok, et al.

Penerbit : PT Bina Rena Pariwara, Jakarta, Mei 1992.

Tebal       : 268 halaman.



 
"PR” SEBUAH PELUANG BARU
Oleh Tika Noorjaya

Buku ini semula berjudul Panduan Materi Penunjang Penyuluhan Perpajakan, yang, tentu saja, hanya beredar terbatas di kalangan Direktorat Jenderal Pajak. Namun, seperti dapat kita lihat dari isinya, sebagian besar materi buku ini merupakan ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan public relations. Karena itu, materi buku ini akan  berguna tidak hanya di kalangan Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga  setiap orang yang ingin "... menguasai dan mampu menyusun suatu program pelatihan, menguasai teknik-teknik presentasi, evaluasi hasil pelatihan serta menguasai dasar-dasar psikologi sosial, psikologi belajar, komunikasi dan pemanfaatan media massa ...", seperti dikemukakan Kepala Pusat Penyuluhan Perpajakan dalam Kata Pengantar (hal. 7).
Dengan  materi seperti itu, kiranya tidak mengada-ada kalau buku  ini kemudian dipasarkan untuk khalayak yang lebih luas dengan berganti judul menjadi Dasar-dasar Ilmu Sosial untuk PublicRelations (DISPR).
Digarap oleh para ahli ilmu komunikasi, psikologi dan wartawan  senior, serta dibahas oleh sejumlah pakar yang ikut membidani kelahirannya, DISPR memang tidak menyajikan pembahasan yang  mendalam tentang public relations (PR), melainkan sebuah pengantar untuk memasuki dunia PR yang tidak saja mensyaratkan bakat tapi juga bisa "dipelajari". 

Masih Baru
Di Indonesia, padanan untuk public relations adalah hubungan masyarakat ("humas"), sekalipun padanan ini mengundang keberatan banyak orang, karena cenderung berkonotasi dengan pemerintahan resmi. Atau, bahkan orang menilai bahwa akronim "humas" hanya menyangkut sebagian kecil saja dari pengertian public relations.
Belum ditemukannya padanan yang tepat untuk istilah public relations (PR), kiranya juga berkaitan dengan perkembangan dan usia ilmu ini di Indonesia, yang relatif masih baru, yaitu sekitar tahun 1970-an. Karena itu, tidak mengherankan kalau beberapa waktu berselang, di Indonesia, hanya eksekutif tertentu saja yang memahami arti penting profesi ini.
Di Amerika Serikat saja, seperti kata Robert J. Wood dan Max Gunther, sebelum meledaknya profesi ini sekitar akhir 1970-an, PR agaknya masih misterius bagi banyak orang -- termasuk bagi Chief Executive Officer (CEO) beberapa perusahaan dengan staf PR yang banyak. Namun sekarang, eksekutif perusahaan agaknya lebih menyadari pentingnya komunikasi yang efektif dengan publik yang bermacam-ragam. Sekarang ini, perusahaan besar cenderung untuk mempekerjakan  pegawai  PR dari perusahaan luar -- dan bukannya memelihara sekian banyak staf PR di dalam perusahaannya sendiri.
Di Indonesia, belum ada data resmi berapa banyak orang yang menekuni profesi ini, dan berapa banyak orang yang mau menanamkan uangnya dalam perusahaan PR, meskipun beberapa perusahaan tampaknya telah mulai mengemuka. Namun, dengan makin meningkatnya pemahaman manajemen akan pentingnya PR, maka profesi ini dapat diandalkan sebagai ladang kerja baru – yang kalau melihat perkembangannya di luar negeri, tak pelak lagi akan  menjanjikan pendapatan yang menggiurkan.

Ladang Kerja
Orang-orang PR adalah spesialis di bidang informasi yang berusaha mencari ungkapan baik bagi kliennya, produk atau gagasan;  serta memberikan konsultasi kepada kliennya tentang bagaimana memelihara hubungan yang baik dengan publik.
Seperti dikatakan Ross dan Kathryn Petras, ada lima tugas pokok PR -- yang sekaligus dapat dijadikan ladang kerja. Pertama, Hubungan Kekaryaan (Employee Relations): orang PR bertugas membuat karyawan perusahaan klien menjadi senang dan betah bekerja. Kedua, Hubungan Kemasyarakatan (Community Relations): agen PR melakukan kegiatan yang di dalamnya melibatkan orang-orang di luar perusahaan, misalnya melalui kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kepentingan publik.
Ketiga, Hubungan Kepelangganan (Customer Relations), yang betul-betul merupakan tugas PR, dengan meneliti kecenderungan (trend) pelanggan. Dalam fungsi keempat,  yakni Penjualan dan Pemasaran (Sales and Marketing), agen PR melakukan pemasaran dengan cara mempublikasikan produk. Akhirnya, kelima, PR Keuangan (Financial Public Relations), yang merupakan bagian terpenting dari tugas PR. PR Wall Street, misalnya, bertugas menyusun laporan tahunan, triwulanan, menyelenggarakan rapat umum pemegang saham dan sebagainya.
Kalau demikian banyak yang bisa dilakukan, apa saja syarat-syarat untuk menjadi orang PR ? Ternyata, berbeda-beda. Di Carl Byoir,  misalnya, anda tidak perlu memiliki latar belakang PR, asalkan anda adalah tipe orang yang tepat. Sekalipun baru lulus dari sekolah, cerdas, bekerja cepat, bergairah belajar, dan mempunyai ego untuk berpikir baik tentang dirinya. Persyaratan lainnya, bisa bekerja tanpa disuruh-suruh, energetik, pemikir logis, dengan kemampuan menulis yang prima.
Jadi, PR tidak sekadar bicara. PR perlu kerja keras. Kegigihan  adalah kunci bagi seorang PR yang ingin berhasil. Kerja keras dan kegigihan adalah contoh dari agen-agen PR yang berhasil, seperti ditunjukan oleh Burson Marsteller, Carl  Byoir,  dan Hill & Konwlton.

Memahami Manusia
Dengan persyaratan seperti di atas, tak pelak lagi, menjadi orang  PR perlu memahami manusia. Dan di sinilah arti penting buku ini.
Dalam pembahasan mengenai Komunikasi (Bab II), ditunjukkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan komunikasi merupakan kebutuhan hakiki bagi kehidupan manusia.  Komunikasi mempengaruhi seluruh hidup manusia, di mana kerangka acuan untuk membentuk pendapat, menentukan sikap, dan memutuskan tindakan, sebagian terbesar didapat dari informasi melalui komunikasi.
Petugas PR adalah komunikator yang bertugas mengubah acuan dan sikap hidup masyarakat agar menyadari isi pesan yang ingin disampaikannya. Ia harus menguasai teknik-teknik komunikasi instruksional dan komunikasi persuasif. Ia juga perlu menguasai berbagai pengetahuan yang mendukung, seperti pemahaman tentang proses pembentukan pendapat, proses belajar, keterampilan menyampaikan presentasi, dan teknik menumbuhkan motivasi.    
Komunikasi massa dapat dilakukan melalui media yang dikembangkan untuk maksud itu, yaitu media komunikasi massa atau media massa. Untuk itu perlu diketahui tahap-tahap proses komunikasi efektif, karakteristik masing-masing jenis media massa, dan pola kerja media massa (Bab III).
Selain berkomunikasi dengan massa, dan memanfaatkan media massa, petugas PR juga melakukan hubungan pribadi atau hubungan interpersonal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan hubungan interpersonal antara lain adalah bagaimana persepsi dilakukan dan kemampuan menampilkan diri supaya menarik. Selain itu, harus dipegang prinsip saling memberi dan menerima (equity). Kemampuan berkomunikasi dan menyelesaikan konflik adalah perangkat lain yang harus dikuasai agar hubungan interpersonal dapat  berjalan dengan baik (Bab IV).
Untuk memahami seluk beluk dan penyebab perilaku individu di dalam situasi  sosial, Bab V secara khusus membahas Psikologi Sosial. Perilaku dalam situasi sosial yang dikaji antara lain bagaimana terjadinya rasa senang terhadap orang  lain; konflik, kompetisi, dan kerjasama antarindividu; perilaku kekerasan; serta bagaimana individu mempengaruhi dan terpengaruh oleh orang lain.

Belajar dan Mengajar
Mempelajari dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah hal yang sangat penting bagi PR. Keberhasilan  menyampaikan informasi baru kepada hadirin, sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar (Bab VI).
Petugas PR sebagai komunikator tidak terhindarkan untuk memberikan presentasi atau ceramah di depan umum. Dalam hal ini, masalah yang seringkali dihadapi adalah kepercayaan diri yang rendah atau berlebihan. Agar dapat membawakan presentasi secara baik, haruslah dikuasai teknik-teknik komunikasi yang dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi. Sebelum membawakan presentasi, perlu diketahui karakteristik para calon hadirin. Teknik presentasi ini secara luas dibahas dalam Bab VII, yang menyangkut persiapan presentasi, penyusunan presentasi, serta penyampaian presentasi.
Bagaimanapun, petugas PR suatu saat akan dihadapkan pada keperluan untuk menyelenggarakan pelatihan, yang programnya harus ditata secara cermat, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, kegiatan pelatihan itu hanya dapat berdaya guna dan berhasil guna, kalau dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dibahas dalam Bab IX.  
Pada setiap program pelatihan, kegiatan evaluasi diperlukan untuk  mengetahui apakah tujuan pelatihan yaitu peningkatan pengetahuan  (knowledge),  ketrampilan (skill), dan sikap kerja (attitude) tercapai. Evaluasi dapat dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pelatihan dilakukan. Oleh karena itu kriteria evaluasi itu disusun dari penjabaran tujuan pelatihan (Bab X).

Penutup
Kalau kita merasakan kejanggalan karena dalam buku ini ada bab yang membicarakan aspek-aspek yang terkait dengan perpajakan (Bab VII), kiranya hal itu bisa kita maklumi dari latar belakang penyusunan buku ini yang semula dimaksudkan sebagai penunjang penyuluhan perpajakan.
Akhirnya, karena buku ini hanya merupakan "dasar-dasar", maka bagi  mereka yang ingin lebih mendalami public relations, perlu mempelajari buku-buku rujukan yang khusus mendalami masing-masing bidang. Daftar Bahan Bacaan dalam buku ini sedikit-banyak ikut membantu menemukan beberapa buku rujukan dimaksud. (TIKA NOORJAYA)

 


Resensi Buku ini dimuat SUARA KARYA, 9 Oktober 1992.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar