15.
Berakhir Agustus 2006, Namun Kerjasama Tetap
Berlanjut
Meskipun dalam Kesepakatan
Bersama antara P3UKM dengan Swisscontact dinyatakan bahwa masa laku kesepakatan
adalah hingga akhir 2004, dalam perjalanannya atas permohonan dari pihak Bank
Indonesia, saya baru mengakhiri tugas sebagai Manajer P3UKM pada awal Agustus
2006, digantikan oleh Aceng Abdullah. Demikian pula, terjadi kerjasama lanjutan
antara Swisscontact dengan P3UKM, antara lain untuk penyelesaian beberapa
program kerja yang harus difinalisasi hingga akhir tahun 2006.
Kepindahan saya dari P3UKM dan
kembali ke Swisscontact pada akhir Agustus 2006 hanya bersifat sementara, dan
terakhir mendapat penugasan untuk melakukan impact
assessment atas kinerja program PEAC (Promoting Enterprises Access to
Credit), termasuk P3UKM sampai dengan akhir September 2006. Kegiatan pada masa
itu pun masih tetap berhubungan dengan P3UKM Bandung, hanya saja ditambahkan
dengan evaluasi kienerja PEAC secara keseluruhan.
Pada awal Oktober 2006 hingga
November 2007, saya kembali bekerja di lingkungan Bank Indonesia, yakni di Biro
Kredit sebagai Advisor P3UKM, yang secara umum dimaksudkan untuk mereplikasi
keberhasilan P3UKM di Indonesia Timur. Secara eksplisit, tugas saya antara lain:
(a) Mengidentifikasi kebutuhan stakeholders dalam rangka pembentukan P3UKM Indonesia Bagian Timur;
(b) Membantu Bank Indonesia dalam berkoordinasi dengan stakeholders setempat dalam rangka pembentukan P3UKM Indonesia
Bagian Timur; (c) Membantu Bank Indonesia dalam rangka pembentukan P3UKM
Indonesia Bagian Timur: (d) Membantu Bank Indonesia dalam operasional P3UKM
Indonesia Bagian Timur; dan (e) Melaksanakan tugas lainnya yang diminta oleh
Bank Indonesia sepanjang terkait dengan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Dari perjalanan singkat tersebut, dapatlah
dikatakan bahwa kepindahan saya dari P3UKM hanyalah perpindahan secara fisik,
karena ditinjau dari segi pekerjaan hampir sama saja. Bahkan, tatkala saya
sudah keluar dari Bank Indonesia dan Swisscontact secara tetap sekalipun, saya
masih diminta untuk melakukan evaluasi Program PEAC secara keseluruhan bersama
Peter Ebehard Baerenz dan Ed Canela pada 7-17 Desember 2009, termasuk
mengevaluasi P3UKM (14 Desember 2009).
Harus diakui bahwa kondisi
saat ini, sepuluh tahun kemudian, P3UKM tidak lagi gemebyar seperti di masa lalu, yang mendapat penguatan dan diminati
berbagai pihak, antara lain karena kemandirian yang dicanangkan sejak awal
belum pernah terwujudkan, seperti yang telah dirumuskan dalam Business Plan P3UKM 2005-2008. Dana
cadangan yang cukup besar – yang diakumulasi dari berbagai sumbangan dan hasil
usaha secara adhoc, dan yang semula
didedikasikan untuk menjadi dana awal dalam perubahan status ke arah independen,
sejauh ini belum bisa dimanfaatkan. Hal yang sama saya kira terjadi pada
program lain, seperti KKMB dan PEAC.
Di sisi lain, latar belakang
yang menjadi dasar pendirian P3UKM kini telah berubah, antara lain kegiatan dukungan
untuk intermediasi perbankan ke UMKM telah dialihkan, karena pengawasan
perbankan tidak lagi berada di Bank Indonesia melainkan pada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK); -- padahal, tak bisa dipungkiri, bahwa eksistensi P3UKM selama
ini didukung oleh Bank Indonesia, yang secara langsung mempengaruhi loyalitas, khususnya
dari kalangan perbankan. Dengan demikian, kegiatan lembaga pendampingan semacam
P3UKM akan tetap di Bank Indonesia atau pindah juga ke OJK? Atau perlu
dialihkan? Atau dibentuk lembaga lain? Keberadaan program Financial Inclusion di Bank Indonesia, dapatkah melibatkan lembaga
semacam P3UKM dalam pelaksanaannya, termasuk mendukung program bank tanpa
kantor, branchless banking?
Terkait dengan dukungan dari
Pemda Provinsi Jawa Barat terhadap P3UKM, yang sampai kini terus bertahan,
kemana nantinya akan dilanjutkan? Hal yang sama berlaku untuk dukungan Pemda di
provinsi lain, karena diyakini bahwa dalam jangka panjang sekalipun, pengembangan
UMKM akan menjadi prioritas bagi pemerintah daerah mana pun.
Di sisi lain berbagai
peraturan juga telah mengalami penyesuaian yang secara langsung mempengaruhi
kinerja UMKM, seperti adanya Undang-undang tentang UMKM, Undang-undang tentang
Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan lain-lain. Bagaimana mengoptimakan kegiatan
P3UKM dengan perubahan-perubahan tersebut? Misalnya, bagaimana mengembangkan
layanan untuk LKM yang kini jumlahnya semakin banyak dan beberapa di antaranya
telah ada yang berhasil dengan nasabah ribuan orang. Reformulasi kegiatan
seperti yang pernah dilakukan P3UKM di masa lalu (lihat uraian pada butir 13), kiranya
perlu dilanjutkan sebagai upaya penyempurnaan untuk menangkap berbagai
perubahan tersebut menjadi peluang.
Keberadaan pendamping seperti BDS,
KKMB dan PUKM dalam berbagai varian kegiatan, kini telah menyebar hampir di
seluruh Indonesia, dan sebagian para pelakunya telah melengkapi diri dengan
berbagai keahlian dan keterampilan, termasuk pemanfaat teknologi informasi. Dalam
hal ini, produk P3UKM yang berbasis informasi teknologi, misalnya Program KasKu
dapatkah direformulasi, dengan mengeliminasi berbagai kelemahan yang pada saat pelaksanaannya
dulu menjadi penyebab kegagalan. Program KasKu juga dapat menjadi bagian dalam
mendukung program branchless banking.
Karena itu, secara mendasar, untuk
memahami masalah UMKM, kita perlu melihat basic
nature dan karakteristik UMKM menyangkut peranannya dalam perekonomian
secara keseluruhan. Perlu dilakukan pemetaan UMKM secara komprehensif, baik
karakteristik secara generik maupun secara sektoral dan lokasinya. Pemetaan
tersebut juga perlu dikaitkan dalam jangka yang lebih panjang, misalnya 25
tahun ke depan.
Berdasarkan pemetaan UMKM yang
komprehensif itu, perlu dibuat kebijakan yang juga bersifat generik dan
spesifik, dengan tahapan perencanaan yang jelas dalam jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Sebagai konsekuensinya, pemetaan juga harus
dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) di Bank Indonesia atau di OJK,
atau di lembaga lain yang akan menampung kegiatan semacam P3UKM.
a.
Piramida Jasa P3UKM
P3UKM memposisikan diri ikut serta
dalam menata struktur ekonomi kerakyatan dengan menjadi fasilitator untuk
menghubungkan ketiga sumbu utama menjadi satu piramida yaitu, Perbankan, PUKM
serta UMKM, seperti tampak pada Gambar 4.
Sebagai upaya untuk mewujudkan
sasaran tersebut, maka P3UKM perlu mengindentifikasi 5 (lima) faktor kunci
sukses, yaitu: (1) Networking, (2)
Branding, (3) Sumber Daya Manusia, (4) Produk, serta (5) Sistem Manajemen
dan Organisasi.
Gambar 4. Piramida P3UKM
Network: Penguatan jejaring P3UKM dengan
mengembangkan metode jejaring yang dapat mengikat dan mengintegrasikan anggota
potensial yaitu sejumlah PUKM, Perbankan, Non-bank maupun UMKM. Hal ini juga tidak terlepas dari
pemanfaatan teknologi terutama teknologi komunikasi secara efisien.
Branding: Penguatan branding P3UKM sebagai lembaga yang terpandang di dalam jasa
pelatihan, sertifikasi, dan network
(jejaring). Dengan pola ini dapat dikembangkan ekspansi kegiatan maupun
kelembagaan ke beberapa provinsi, yang sekaligus dapat memperluas daya jangkau
(outreach), dampak (impact) dan keberlanjutannya (sustainable).
Sumber Daya Manusia: Evaluasi, penempatan dan pengembangan
sumberdaya manusia terus menerus dilakukan seiring dengan pemantapan organisasi
yang solid dan fleksibel di dalam
mengantisipasi perubahan.
Sistem Manajemen dan
Organisasi: Sistem
manajemen yang solid dan tanggap
terhadap perubahan disertai dengan pengembangan pola hirarki yang lentur untuk
mencapai tujuan organisasi maupun para stakeholders-nya.
Produk: Mengembangkan produk yang marketable sehingga benar-benar
mencerminkan kebutuhan pelanggan, bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut dan
bagaimana memuaskan pelanggan (pre-services,
delivery and customer satisfaction).
b.
Perluasan Bidang Garapan
Kesulitan UMKM belum tentu
masalah kredit. Kredit bukan merupakan peringkat utama dalam keseluruhan
struktur biaya UMKM. Pengembangan UMKM tak cukup hanya dengan memfasilitasi
kredit. Demikian pula kita perlu memahami expenditure
structure UMKM menyangkut business
reinvestment dan pemeliharaannya. Setelah itu baru melangkah ke business development, dan finance packaging-nya. Semua itu harus didasarkan pada pemahaman, bahwa UMKM adalah economic animal yang responsif terhadap
sistem insentif yang disediakan pasar. Kalau dipandang menguntungkan, mereka
tak keberatan dengan beban bunga kredit yang tinggi sekalipun, seperti yang
selama ini mereka dapatkan dari para pelepas uang (rentenir).
Penjelasan di atas merupakan
perluasan wawasan dan pengayaan pemahaman terhadap kompleksitas masalah UMKM,
khususnya untuk melihat relevansi P3UKM di masa depan. Demikian
pula, isyu komprehensif tentang pengembangan UMKM mengemuka pada beberapa kali
diskusi awal serta pelaksanaan Lokakarya Logical
Framework Approach (LFA)[2] sebelum pendirian P3UKM di masa lalu,
yang menyoroti pentingnya aspek lain di luar keuangan, seperti aspek pasar,
aspek produksi, aspek teknologi, dan lain-lain.[3]
Agar P3UKM tetap relevan di masa depan, dan untuk
menyikapi isyu tentang pendirian suatu Badan Otorita UMKM (BO-UMKM) secara
nasional, maka gagasan ini perlu lebih dieksplorasi dalam suatu diskusi yang
intens dengan stakeholder P3UKM
(misalnya dalam Rapat Dewan P3UKM) untuk melakukan reformulasi terhadap gagasan
awal. Demikian pula perlu dibahas dengan calon stakeholder lain yang akan dilibatkan di masa depan, untuk
merumuskan peranan masing-masing, antara lain menjadi anggota Dewan P3UKM.
Dengan demikian, di masa depan yang tidak terlalu lama,
P3UKM akan menjadi lembaga yang komprehensif dalam memecahkan masalah UMKM –
tidak semata-mata memfasilitasi akses UMKM ke lembaga keuangan seperti sekarang
ini.
Sambil menunggu pembentukan BO-UMKM yang mungkin
memerlukan waktu cukup lama, P3UKM yang telah direformulasi berdasarkan ide-ide
di atas, kiranya bisa diharapkan menjadi contoh di tempat lain, sehingga
kehadiran BO-UMKM secara bertahap akan mendapat dukungan di seluruh Indonesia. Untuk
lebih memahami BO-UMKM di tempat asalnya, yakni Malaysia, mungkin perlu
dipertimbangkan untuk melakukan studi banding, khususnya tentang sistem dan
mekanisme yang dikembangkan serta sejarah pembentukannya.
c.
Kemandirian dan
Pembentukan Dana Abadi (Trust Funds)
Dalam konteks kemandirian, sejak
awal P3UKM diharapkan telah mandiri dalam waktu tiga tahun. Demikian pula, PUKM
bisa mandiri dari penerimaan hasil yang diperoleh dari jasa-jasa yang diberikan
kepada UMKM maupun perbankan. Namun demikan, dalam perjalanannya, kemandirian
P3UKM sulit dicapai dalam masa tiga tahun, karena sejauh ini P3UKM dipersepsi
oleh para stakeholders sebagai public service. Berbagai kegiatan P3UKM
selama ini umumnya dalam bentuk public
service – dan hanya sebagian kecil saja berupa kegiatan bisnis. Demikian
pula, pelatihan kepada PUKM masih bersubsidi, yang secara bertahap persentasenya
dikurangi.
Berdasarkan pengalaman ini, Business Plan P3UKM 2005-2008 mengidekan
perlunya pembentukan Dana Abadi (Trust
Fund). Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling mengait satu-sama-lain. Pertama,
dan yang terutama, terkait dengan tingginya biaya overhead, karena selama ini kegiatan lembaga lebih berperan sebagai
laboratorium dan pelaksana program (sesuai anggaran), yang dalam
implementasinya bukan hanya telah melaksanakan program dan pengembangan sistem
seperti yang direncanakan, melainkan telah pula melaksanakan berbagai kegiatan
tambahan di luar program kerja, khususnya mengakomodasi keinginan berbagai
pihak untuk melihat P3UKM sebagai percontohan untuk kemungkinan mengembangkan
kegiatan semacam P3UKM di daerah lain. Jasa yang telah diberikan kepada
berbagai pihak tersebut, belum dinilai secara finansial, bahkan produk-produk
bagi PUKM diberikan dengan subsidi.
Kedua, kegiatan bisnis baru dilakukan
secara adhock mulai akhir tahun kedua, sebagai wahana pembelajaran
untuk penetapan Standard Operating Procedure (SOP). Kegiatan bisnis perlu terus
dikembangkan, tetapi tetap dengan koridor pengembangan UMKM.
Ketiga, orientasi pemberian dana dari
sumber dana utama cenderung bersifat program (bahkan aktivitas demi aktivitas),
dan belum dikaitkan dengan kemungkinan mengakumulasi dana secara memadai,
sehingga pada suatu saat lembaga ini dapat menutupi biaya non-bisnis, yang
masih tetap harus dilaksanakan oleh lembaga ini, karena pada tujuan akhirnya
lembaga ini bertugas untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kredit UMKM yang
dalam prosesnya mendapat bantuan atau jasa dari PUKM.
Karena
itu, untuk menutupi berbagai kekurangan dalam rangka menutupi kebutuhan
non-bisnis, perlu
dibentuk dana abadi (trust fund) pengembangan UMKM pada tingkat
nasional. Lembaga ini mengelola dana yang bersumber dari dalam maupun luar
negeri, serta menyalurkannya secara efektif dan efisien kepada lembaga
fasilitasi semacam P3UKM, dalam mewujudkan dukungan terhadap UMKM, yang sekaligus
dapat meningkatkan pendapatan masyarakan miskin dan UMKM. Dana abadi ini berada pada tingkat nasional dan tingkat lokal, yang
dapat digunakan untuk: (a) Dana awal pendirian unit fasilitasi semacam P3UKM di provinsi
lain; (b) Kontribusi untuk insentif bagi jasa-jasa PUKM/BDSP yang menghubungkan
UMKM ke perbankan; (c) Kontribusi untuk membiayai lembaga fasilitasi sebelum
mencapai kemandirian; dan (d) Pemantauan kinerja. Implementasi Dana abadi ini
didelegasikan kepada pihak profesional pada tingkat nasional dan provinsi, yang
menjamin transparansi dan efisiensi dana.
17.
Penutup
Dengan luasnya perspektif pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) di satu sisi, sementara di sisi lain tantangan akan selalu muncul di
sepanjang waktu, maka pengembangan UMKM haruslah merupakan kegiatan perennial, berlangsung terus-menerus
yang tak lekang oleh waktu, serta menumbuhkan semangat untuk selalu memperbaiki
diri, sehingga pada gilirannya UMKM tidak hanya berjaya di dalam negeri tetapi
juga mampu bersaing di tataran global.
Jangan
menyerah, hanya karena banyak masalah. Semoga.
Bogor, 11 Juni 2013
[1] Meskipun judul bab ini menyangkut P3UKM, pada dasarnya saran untuk
penyempurnaannya berlaku juga bagi program sejenis, yakni KKM dan PEAC.
[2] Dilaksanakan di Jatinangor, 13-14
Desember 2002.
[3] Tetapi, pada saat itu semua peserta membuat pilihan untuk hanya
fokus pada akses keuangan, karena yang dirasakan mendesaka kala itu adalah
aspek keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar