Sabtu, 11 April 2015

Sejarah Pemikiran dan Proses Pembentukan P3UKM (2)



7.     Assessment Paul Hohl
Salah satu bentuk dukungan Swisscontact adalah kehadiran Paul Hohl di Bandung pada 24 Maret 2003 sampai dengan 7 April 2003, untuk melakukan kajian atas dua hal pokok, yaitu: (1) Assessment atas kebutuhan akan jasa non-finansial yang terkait dengan pengajuan kredit UKM; dan (2) Outline Rencana Bisnis SPMC.[1]
Temuannya secara umum menunjukkan bahwa semua pihak menyambut baik gagasan pembentukan SPMC. Tetapi, mereka kekurangan pengetahuan tentang pasar bagi BDSP, sementara jadwal untuk pembentukan SPMC begitu mendesak. Kelompok kerja yang dibentuk oleh BI mengakui kekurangan di atas. Tetapi, Anggaran untuk tahun 2003 sudah tersedia untuk memulai peluncuran proyek.
Tujuan dari SPMC secara ringkas adalah: (a) Memfasilitasi akses UKM ke kredit komersial; (b) Perbankan membatasi dan mengurangi waktu mereka untuk memahami profil risiko UKM karena adanya informasi yang lebih baik; dan (c) Melatih pihak terkait dan meningkatkan saling pengertian di antara mereka.
Rekomendasi mengenai proyek didasari dengan anggapan bahwa batas waktu 3 Juni 2003 untuk peresmian tidak harus ditunda.[2] Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah: (a) nominasi awal manajemen untuk mempersiapkan acara; (b) memulai sebuah proyek percontohan awal untuk menghindari kekosongan setelah peluncuran dan untuk mendapatkan gambaran pasar BDSP; serta (c) mempunyai percontohan untuk mengembangkan alat praktis (mengkaji  proses sertifikasi, MoU, dan lain-lain).
Masih ada sekitar dua bulan sebelum SPMC diresmikan. Karena itu, penekanan utama harus diletakkan pada staf tim manajemen SPMC. Semakin awal ini selesai, semakin baik. Manajemen harus diberikan kesempatan untuk secara pribadi dan secara aktif membentuk perencanaan bisnis agar sukses. Manajemen SPMC yang diharapkan adalah seorang manajer senior, energik dan berkomitmen dengan latar belakang yang kuat dalam administrasi bisnis dan beberapa tahun pelatihan praktis. Orang tersebut bisa datang dari BI atau dari perbankan. Atau, bisa juga dipertimbangkan orang yang saat ini terpercaya bekerja di BDSP.
Paul Hohl juga mengusulkan adanya sebuah sistem sertifikasi BDSP yang berjenjang (Sertifikat* sampai Sertifikat*****). Unsur utama evaluasi BDSP mencakup: (a) Kegiatan usaha; (b) Pengalaman membina UKM; (c) Tenaga kerja dan spesialisasi yang tersedia di BDSP; (d) Sistem yang tersedia di BDSP; (e) Cakupan jejaring; dan (f) Hubungan dengan perbankan.
Perlu juga dilakukan evaluasi para eksponen BDSP ini, yaitu: (a) Satus kepemilikan dan aspek hukum BDSP; (b) Karakter dan karakteristik pemilik dan manajer; (c) Pendidikan formal; (d) Pengalaman praktis; (e) Ekstra kurikuler; (f) Hubungan dengan masyarakat; (g) Motivasi yang dapat diamati dalam pelatihan; serta (h) Ketekunan dalam mencapai tujuan.
Manajer SPMC harus diberi otoritas untuk menambahkan pandangannya mengenai evaluasi pribadi dari individu-individu dari BDSP.
Dengan demikian, pemberian sertifikat akan berjenjang:
·        Sertifikat* (Bintang Satu): Manajer/petugas BDSP menyelesaikan tes masuk dan seminar pengantar. BDSP harus dapat mengevaluasi dan memilih UKM binaan secara komprehensif. BDSP memiliki kapasitas untuk memberikan saran dan melatih UKM dalam hal tertentu (seperti akuntansi, proposal kredit).
·        Sertifikat** (Bintang Dua): Satu “bintang” diberikan tambahan jika terbukti dalam setahun  minimal ada 5 proposal kredit yang disetujui perbankan. Demikian pula ada beberapa pengalaman dalam mengembangkan rencana bisnis dan jejaring lokal.
·        Sertifikat*** (Bintang Tiga): Satu tambahan “bintang” lagi ditambahkan apabila ada 5 proposal kredit tahunan dengan rencana bisnis yang lengkap. Selain itu berpengalaman dan diakui dalam negosiasi dengan bank umum meliputi fasilitas kredit UKM. Kapasitas jaringan lokal dan regional telah berkembang.
·        Sertifikat**** (Bintang Empat): Tambahan satu “bintang” lainnya berlaku apabila mulai ada kemampuan untuk memantau UKM setelah penyaluran kredit secara konstan dan standar. Komunikasi rutin dengan perbankan secara standar. Nasabah UKM binaan cukup besar. Luas bersih kapasitas kerja. Mengikuti pelatihan BDSP lainnya. Bersedia melakukan seminar pengantar untuk petugas kredit.
·        Sertifikat***** (Bintang Lima): Kriteria bintang empat plus kapasitas untuk mengatur pembagian risiko dengan lembaga non-keuangan. Diakui oleh komunitas perbankan senior. Jaringan meliputi lembaga nasional. Eksposur internasional.
Setelah dua tahun, semua sertifikasi ditinjau dan klasifikasi “bintang-bintang bisa diubah jika diperlukan. Proses ini diulang setiap tahun. Input dari perbankan sangat penting dalam proses pembaruan sertifikat. Jika BDSP telah kehilangan kepercayaan, maka BDSP dimaksud bisa dihapus dari daftar – atau masuk "daftar hitam".

8.     Pendirian dan Peresmian P3UKM
Hampir bersamaan dengan assessment yang dilakukan oleh Paul Hohl, sebagai anggota Tim Pembentukan SPMC saya juga terlibat dalam proses pengurusan badan hukum. Saat itu, nama lembaga ini sudah disepakati menjadi Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah, atau disingkat P3UKM seperti yang kemudian dikenal selama ini. Akta Pendirian P3UKM diterbitkan oleh Notaris Sembur Hoetomo, SH, Nomor IA, tanggal 10 April 2003.[3] Saya termasuk salah seorang dari 20 pendiri awal yang tercantum dalam Akte tersebut.
Description: PBI_GBR_2Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (P3UKM) adalah proyek percontohan (pilot project) yang dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Februari 2003, dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (PUKM), sehingga dapat meningkatkan kemampuan akses Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap layanan keuangan dari lembaga keuangan/perbankan. Secara resmi lembaga ini berdiri pada 11 Juli 2003.
Menarik untuk dipaparkan di sini bahwa, proses pembentukan P3UKM sejak penandatanganan kerjasama hingga peresmiannya berlangsung dalam suasana pergantian Gubernur Jawa Barat, yakni dari R. Nuriana kepada Dhanny Setiawan. Di sisi lain, dari pihak Bank Indonesia, unsur pimpinan tidak berubah, yakni Maulana Ibrahim (sebagai Deputi Gubernur) dan Djoko Sarwono (sebagai Pemimpin Bank Indonesia Bandung). Sempat terjadi stagnasi untuk penyesuaian, namun atas kerja keras dari para pendiri maka P3UKM dapat diresmikan sebelum berakhir masa laku Surat Kesepakatan Kerjasama, yakni 6 (enam) bulan.
Setelah peresmian pada 11 Juli 2003, mulailah dilakukan sosialisasi kepada khalayak luas (melalui Harian Umum Pikiran Rakyat dan sejumlah radio daerah) yang mengundang para calon PUKM untuk menghadiri Seminar Informasi, bukan hanya di Bandung, tetapi juga di Tasikmalaya, Sukabumi, dan Cirebon. Materi yang disampaikan adalah tentang latar belakang pendirian seperti dipaparkan di muka, serta sejumlah informasi tentang visi, misi, tujuan, manfaat, serta skema kegiatan P3UKM.
Dalam seminar ini disediakan waktu untuk diskusi, serta diedarkan formulir isian tentang calon PUKM, yang meliputi aspek: (a) kelembagaan, bagi PUKM yang sudah berdiri, (b) jasa yang telah tersedia, (c) keahlian yang dimiliki, (d) keinginan untuk menjadi anggota P3UKM, (e) prioritas pelatihan yang ingin diikuti (selain Pelatihan Dasar), dll. Formulir isian ini selanjutnya akan merupakan input dasar ke dalam Sistem Data dan Informasi P3UKM (SIDAIN-P3UKM).

9.     Visi, Misi, Tujuan, Manfaat dan Skema Kegiatan P3UKM
Sejak pelaksanaan LFA, Tim Pembentukan SPMC terus bekerja untuk menyelesaikan berbagai tugas, termasuk penggantian nama, pembuatan logo, dan corporate identity lainnya. Demikian pula perumusan visi, misi, tujuan, manfaat, skema kegiatan, struktur organisasi, dan lain-lain terus disempurnakan.
Pada akhirnya, visi dari P3UKM adalah menjadi lembaga yang dapat mempererat hubungan antara PUKM dan UMKM dengan lembaga keuangan/perbankan, sedangkan misinya adalah menjadikan PUKM sebagai lembaga yang profesional dan dapat dipercaya dalam mengembangkan UMKM.
Kegiatan P3UKM diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ketiga pihak yang bekerjasama, yaitu: perbankan, PUKM, dan UMKM. Bagi Perbankan: Memperoleh informasi mengenai PUKM untuk diajak bermitra dalam penyaluran kredit kepada UMKM sehingga dapat mengeliminasi risiko kredit. Bagi PUKM: Menjadi tempat konsultasi mengenai prosedur perkreditan dan penghubung ke lembaga keuangan/perbankan. Bagi UMKM: Memperoleh informasi mengenai PUKM yang dapat membantu UKM akses kepada perbankan.
Kegiatan P3UKM meliputi: Identifikasi, Seleksi, Pelatihan, Akreditasi/Sertifikasi, serta Supervisi/monitoring. Untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut, P3UKM telah memilih dan menerapkan strategi pengembangan PUKM, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·        Identifikasi: Inventarisasi keberadaan organisasi, personalia, jasa yang disediakan dan kegiatan PUKM lainnya.
·        Seleksi: Kegiatan penentuan PUKM yang akan dijadikan mitra berdasarkan seperangkat kriteria yang ditetapkan dalam Pedoman Kerja.
·        Pelatihan: Peningkatan kualitas PUKM sehingga layak menjadi mitra perbankan dalam mengembangkan UMKM.
·        Akreditasi: Penilaian kelayakan kelembagaan PUKM untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
·        Sertifikasi: Penilaian kelayakan individu PUKM untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
·        Monitoring/supervisi: Pelaporan, pengawasan, pemeriksaan, konsultasi dan advokasi.

Secara komprehensif, skema kegiatan P3UKM dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun prose penyiapan pelatihan dan sertifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Skema Kegiatan P3UKM



Gambar 2. Proses Penyiapan Pelatihan dan Sertifikasi


[1]  Saya mendampingi Paul Hohl melakukan wawancara kepada hampir semua anggota Tim Pembentukan SPMC: Bank Indonesia, sejumlah bank, perguruan tinggi, lembaga pengembang BDS serta beberapa BDS. Laporan akhir Paul Hohl, ServiceProvider Managemen Center (SPMC): Project Initiated by Bank Indonesia Bandung (7 April 2003), selanjutnya merupakan bahan dasar yang dibahas dan disempurnakan dalam Tim Pembentukan SPMC.
[2] Pada saat assessment, P3UKM direncanakan akan diresmikan pada 3 Juni 2003, tetapi karena berbagai pertimbangan, maka P3UKM akhirnya diresmikan pada 11 Juli 2003.
[3] Inilah salah satu perbedaan antara P3UKM dengan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Sebagai badan hukum, pembentukan P3UKM melalui Akte Notaris, sedangkan pembentukan KKMB melalui Surat Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar