7.
Assessment Paul Hohl
Salah satu bentuk dukungan Swisscontact adalah kehadiran Paul Hohl di
Bandung pada 24 Maret 2003 sampai dengan 7 April 2003, untuk melakukan kajian
atas dua hal pokok, yaitu: (1) Assessment
atas kebutuhan akan jasa non-finansial yang terkait dengan pengajuan kredit
UKM; dan (2) Outline Rencana Bisnis
SPMC.[1]
Temuannya secara umum menunjukkan bahwa semua pihak menyambut baik
gagasan pembentukan SPMC. Tetapi, mereka kekurangan pengetahuan tentang pasar
bagi BDSP, sementara jadwal untuk pembentukan SPMC begitu mendesak. Kelompok kerja yang dibentuk oleh BI mengakui
kekurangan di atas. Tetapi, Anggaran untuk tahun 2003 sudah tersedia untuk
memulai peluncuran proyek.
Tujuan dari SPMC secara ringkas
adalah: (a) Memfasilitasi
akses UKM
ke kredit komersial; (b) Perbankan membatasi dan
mengurangi waktu mereka untuk
memahami profil
risiko UKM
karena adanya informasi yang lebih baik; dan (c) Melatih pihak
terkait dan meningkatkan saling pengertian di antara mereka.
Rekomendasi mengenai proyek didasari dengan anggapan bahwa batas waktu 3 Juni 2003 untuk peresmian tidak harus ditunda.[2] Dengan demikian, yang
perlu dilakukan adalah: (a) nominasi awal manajemen untuk mempersiapkan acara; (b) memulai sebuah proyek percontohan awal untuk menghindari kekosongan setelah
peluncuran dan untuk mendapatkan gambaran pasar BDSP; serta (c) mempunyai percontohan untuk mengembangkan
alat praktis
(mengkaji proses sertifikasi, MoU, dan lain-lain).
Masih ada sekitar dua bulan sebelum SPMC diresmikan. Karena itu,
penekanan utama harus diletakkan pada staf tim manajemen SPMC. Semakin awal ini
selesai, semakin baik. Manajemen harus diberikan kesempatan untuk secara
pribadi dan secara aktif membentuk perencanaan bisnis agar sukses. Manajemen SPMC yang diharapkan adalah seorang manajer senior, energik dan
berkomitmen dengan latar belakang yang kuat dalam administrasi bisnis dan
beberapa tahun pelatihan praktis. Orang tersebut bisa datang dari BI atau dari perbankan. Atau, bisa juga dipertimbangkan orang yang saat ini terpercaya bekerja di BDSP.
Paul Hohl juga mengusulkan adanya sebuah sistem sertifikasi BDSP yang berjenjang (Sertifikat*
sampai Sertifikat*****). Unsur utama
evaluasi BDSP mencakup: (a) Kegiatan usaha; (b) Pengalaman membina UKM; (c) Tenaga kerja dan spesialisasi yang tersedia di BDSP; (d) Sistem yang tersedia
di BDSP; (e) Cakupan jejaring; dan (f) Hubungan dengan perbankan.
Perlu juga dilakukan evaluasi para eksponen BDSP ini, yaitu: (a) Satus kepemilikan
dan aspek hukum BDSP; (b) Karakter dan karakteristik pemilik dan manajer; (c) Pendidikan formal; (d) Pengalaman praktis; (e) Ekstra kurikuler; (f) Hubungan dengan
masyarakat; (g) Motivasi yang dapat diamati dalam pelatihan; serta (h) Ketekunan dalam mencapai tujuan.
Manajer SPMC harus diberi
otoritas untuk menambahkan pandangannya mengenai evaluasi pribadi dari
individu-individu dari BDSP.
Dengan demikian, pemberian sertifikat akan berjenjang:
·
Sertifikat* (Bintang Satu): Manajer/petugas BDSP menyelesaikan tes masuk dan
seminar pengantar. BDSP harus dapat mengevaluasi dan memilih UKM binaan secara komprehensif. BDSP memiliki kapasitas untuk memberikan saran dan melatih UKM dalam
hal tertentu (seperti akuntansi,
proposal kredit).
·
Sertifikat** (Bintang Dua): Satu “bintang” diberikan tambahan
jika terbukti dalam setahun minimal ada 5 proposal kredit yang disetujui perbankan.
Demikian pula ada beberapa pengalaman
dalam mengembangkan rencana bisnis dan jejaring lokal.
·
Sertifikat*** (Bintang Tiga): Satu
tambahan “bintang” lagi ditambahkan apabila ada 5 proposal
kredit tahunan dengan rencana bisnis yang lengkap. Selain itu berpengalaman dan diakui dalam negosiasi dengan
bank umum meliputi fasilitas kredit UKM. Kapasitas jaringan lokal dan regional telah berkembang.
·
Sertifikat**** (Bintang Empat): Tambahan
satu “bintang” lainnya berlaku apabila mulai ada kemampuan untuk memantau UKM setelah penyaluran kredit secara konstan dan
standar. Komunikasi
rutin dengan perbankan secara standar. Nasabah UKM binaan cukup besar. Luas bersih kapasitas kerja. Mengikuti pelatihan BDSP
lainnya. Bersedia
melakukan seminar pengantar untuk petugas kredit.
·
Sertifikat***** (Bintang Lima): Kriteria bintang empat plus kapasitas untuk
mengatur pembagian risiko dengan lembaga non-keuangan. Diakui oleh komunitas perbankan senior. Jaringan
meliputi lembaga nasional. Eksposur internasional.
Setelah dua tahun, semua
sertifikasi ditinjau dan klasifikasi “bintang-bintang” bisa diubah
jika diperlukan. Proses ini diulang setiap
tahun. Input dari perbankan sangat penting dalam proses pembaruan sertifikat. Jika BDSP telah kehilangan kepercayaan, maka BDSP dimaksud bisa dihapus dari
daftar – atau masuk "daftar hitam".
8.
Pendirian dan Peresmian
P3UKM
Hampir bersamaan dengan assessment
yang dilakukan oleh Paul Hohl, sebagai anggota Tim Pembentukan SPMC saya juga
terlibat dalam proses pengurusan badan hukum. Saat itu, nama lembaga ini sudah
disepakati menjadi Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah, atau
disingkat P3UKM seperti yang kemudian dikenal selama ini. Akta Pendirian P3UKM
diterbitkan oleh Notaris Sembur Hoetomo, SH, Nomor IA, tanggal 10 April 2003.[3]
Saya termasuk salah seorang dari 20 pendiri awal yang tercantum dalam Akte
tersebut.
Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan
Menengah (P3UKM) adalah proyek percontohan (pilot
project) yang dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama antara Bank
Indonesia dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Februari
2003, dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas Pendamping Usaha
Kecil dan Menengah (PUKM), sehingga dapat meningkatkan kemampuan akses Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap layanan keuangan dari lembaga
keuangan/perbankan. Secara resmi lembaga ini berdiri pada 11 Juli 2003.
Menarik untuk dipaparkan di sini bahwa, proses pembentukan P3UKM
sejak penandatanganan kerjasama hingga peresmiannya berlangsung dalam suasana
pergantian Gubernur Jawa Barat, yakni dari R. Nuriana kepada Dhanny Setiawan. Di
sisi lain, dari pihak Bank Indonesia, unsur pimpinan tidak berubah, yakni
Maulana Ibrahim (sebagai Deputi Gubernur) dan Djoko Sarwono (sebagai Pemimpin
Bank Indonesia Bandung). Sempat terjadi stagnasi untuk penyesuaian, namun atas
kerja keras dari para pendiri maka P3UKM dapat diresmikan sebelum berakhir masa
laku Surat Kesepakatan Kerjasama, yakni 6 (enam) bulan.
Setelah peresmian pada 11 Juli 2003, mulailah dilakukan
sosialisasi kepada khalayak luas (melalui Harian Umum Pikiran Rakyat dan sejumlah radio daerah) yang mengundang para
calon PUKM untuk menghadiri Seminar Informasi, bukan hanya di Bandung, tetapi
juga di Tasikmalaya, Sukabumi, dan Cirebon. Materi yang disampaikan adalah
tentang latar belakang pendirian seperti dipaparkan di muka, serta sejumlah
informasi tentang visi, misi, tujuan, manfaat, serta skema kegiatan P3UKM.
Dalam seminar ini disediakan waktu untuk diskusi, serta
diedarkan formulir isian tentang calon PUKM, yang meliputi aspek: (a)
kelembagaan, bagi PUKM yang sudah berdiri, (b) jasa yang telah tersedia, (c)
keahlian yang dimiliki, (d) keinginan untuk menjadi anggota P3UKM, (e)
prioritas pelatihan yang ingin diikuti (selain Pelatihan Dasar), dll. Formulir
isian ini selanjutnya akan merupakan input dasar ke dalam Sistem Data dan
Informasi P3UKM (SIDAIN-P3UKM).
9.
Visi, Misi, Tujuan,
Manfaat dan Skema Kegiatan P3UKM
Sejak pelaksanaan LFA, Tim Pembentukan SPMC terus
bekerja untuk menyelesaikan berbagai tugas, termasuk penggantian nama,
pembuatan logo, dan corporate identity
lainnya. Demikian pula perumusan visi, misi, tujuan, manfaat, skema kegiatan, struktur
organisasi, dan lain-lain terus disempurnakan.
Pada akhirnya, visi dari P3UKM adalah menjadi lembaga yang dapat mempererat hubungan
antara PUKM dan UMKM dengan lembaga keuangan/perbankan, sedangkan misinya
adalah menjadikan PUKM sebagai lembaga yang profesional dan dapat dipercaya
dalam mengembangkan UMKM.
Kegiatan P3UKM
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ketiga pihak yang bekerjasama, yaitu:
perbankan, PUKM, dan UMKM. Bagi
Perbankan: Memperoleh informasi mengenai PUKM untuk diajak bermitra dalam
penyaluran kredit kepada UMKM sehingga dapat mengeliminasi risiko kredit. Bagi PUKM: Menjadi tempat konsultasi
mengenai prosedur perkreditan dan penghubung ke lembaga keuangan/perbankan. Bagi UMKM: Memperoleh informasi
mengenai PUKM yang dapat membantu UKM akses kepada perbankan.
Kegiatan P3UKM
meliputi: Identifikasi, Seleksi, Pelatihan, Akreditasi/Sertifikasi, serta Supervisi/monitoring. Untuk mencapai
visi, misi dan tujuan tersebut, P3UKM telah memilih dan menerapkan strategi
pengembangan PUKM, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·
Identifikasi: Inventarisasi keberadaan organisasi, personalia,
jasa yang disediakan dan kegiatan PUKM lainnya.
·
Seleksi: Kegiatan penentuan PUKM yang akan dijadikan
mitra berdasarkan seperangkat kriteria yang ditetapkan dalam Pedoman Kerja.
·
Pelatihan: Peningkatan kualitas PUKM sehingga layak menjadi
mitra perbankan dalam mengembangkan UMKM.
·
Akreditasi: Penilaian kelayakan kelembagaan PUKM untuk
memenuhi persyaratan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
·
Sertifikasi:
Penilaian kelayakan individu PUKM untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
·
Monitoring/supervisi: Pelaporan, pengawasan, pemeriksaan,
konsultasi dan advokasi.
Secara
komprehensif, skema kegiatan P3UKM dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun prose penyiapan pelatihan dan sertifikasi dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 1. Skema Kegiatan P3UKM
Gambar 2. Proses Penyiapan
Pelatihan dan Sertifikasi
[1]
Saya mendampingi Paul Hohl melakukan wawancara kepada hampir semua
anggota Tim Pembentukan SPMC: Bank Indonesia, sejumlah bank, perguruan tinggi,
lembaga pengembang BDS serta beberapa BDS. Laporan akhir Paul Hohl, ServiceProvider Managemen Center (SPMC):
Project Initiated by Bank Indonesia Bandung (7 April 2003), selanjutnya
merupakan bahan dasar yang dibahas dan disempurnakan dalam Tim Pembentukan
SPMC.
[2] Pada saat assessment,
P3UKM direncanakan akan diresmikan pada 3 Juni 2003, tetapi karena berbagai
pertimbangan, maka P3UKM akhirnya diresmikan pada 11 Juli 2003.
[3] Inilah salah satu perbedaan antara P3UKM dengan Konsultan Keuangan
Mitra Bank (KKMB). Sebagai badan hukum, pembentukan P3UKM melalui Akte Notaris,
sedangkan pembentukan KKMB melalui Surat Keputusan Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar